Selasa, 14 Januari 2014

Banjir Jakarta Membuktikan Proyek Pencitraan Jokowi Gagal

[caption id="attachment_1018" align="aligncenter" width="400"]100 hari jokowow Poster ini pernah membanjiri Jakarta dengan janji cukup 100 hari Jokowi mampu beresi masalah bajir di Jakarta.[/caption]

Banjir dan kemacetan merupakan problem utama Kota Jakarta. Dalam kampanye-kampanyenya para  Calon Gubernur Jakarta termasuk Pasangan Jokowi dan Ahok dalam Pilgub terdahulu, janji mengatasi banjir dan kemacetan menjadi jualan utama.

Jokowi dengan “blusukannya” telah mencuri hati dan simpati sebagian besar pemilih dan warga Jakarta sehingga terpilih menjadi Gubernur. Bahkan kepopuleran Jokowi melebar menjadi Tokoh Nasional, sehingga di gadang-gadang oleh para simpatisannya untuk menjadi Calon Presiden di Tahun ini.

Saya bukan warga Jakarta,bukan pembela dan sebaliknya bukan juga pembenci Jokowi. Saya hanya memakai logika saja, Kenapa Jokowi yang menurut saya hanya mempunyai prestasi biasa-biasa saja,baik sewaktu menjadi Walikota Solo maupun setelah sekarang menjadi Gubernur Jakarta begitu di puja-puja konon banyak orang?

Saya yakin pasti ada “dalang besar” di balik dukungan yang sudah menjurus membabi-buta terhadap Jokowi. Para “dalang besar ” ini pasti mempunyai “kepentingan besar” juga untuk all out dalam memoles citra Jokowi khususnya melalui media. Para “dalang ini” bertindak sebagai sutradara untuk mengatur Indonesia bak sinetron. Tentu kita masih ingat bagaimana dulu Presiden SBY juga menikmati popularitas seperti yang dialami Jokowi sekarang, SBY yang begitu di puja dengan popularitas yang meroket,bahkan banyak tokoh-tokoh nasional yang mempunyai partai politik dan basis massa yang mapan seperti Megawaty,Amin Rais dan Wiranto keok di libas popularitas SBY yang pada waktu itu baru mendirikan Partai Demokrat. Tapi sekarang sejarah membuktikan, SBY banyak di hujat dan kepopulerannya tidak bisa membuat Indonesia menjadi negara maju,Indonesia menjadi negara gagal,Indonesia masih penuh dengan koruptor,Indonesia negara laut terluas tapi mengimport garam,negara agraris tapi mengimport kacang kedelai,daging,beras dan buah-buahan. Bahkan satu-satunya yang Indonesia ekspor kenagara lain adalah rakyatnya sendiri untuk menjadi babu dan kuli di negara asing.

Sekarang para “dalang” sedang memplot Jokowi untuk menjadi Calon Presiden Indonesia,polesan itu sudah di mulai ketika Jokowi masih walikota Solo dengan Mobil Lokal Esemka-nya yang sekarang sudah tidak jelas rimbanya,pencitraan itu terus berlanjut bahkan di saat sekarang memimpin Jakarta saja beliau masih gagal. Isu-isu yang berkembang,para dalang itu adalah taipan-taipan hitam yang berkepentingan untuk tetap mengeruk kekayaan dan sumber alam Indonesia dan untuk kemudian menyimpannya di rekening mereka dibank-bank Swiss dan Singapura. Walaupun masih sebatas isu,tapi seharusnya sebagai anak bangsa kita harus belajar,kita butuh presiden yang mempunyai konsep yang jelas,bukan cuma dari hasil polesan pencitraan,apalagi dari media-media yang bisa saja sudah di kuasai para dalang.

Bagaimanapun banjir Jakarta telah membuktikan,bahwa Jokowi gagal. Kepopulerannya selama ini hanya polesan media dan  tidak seimbang dengan konsep pembenahan Jakarta. Ada sarkasme yang beredar di dunia maya, Macet dan Banjir Jakarta telah bisa di atasi Jokowi dan Ahok,macetnya teratasi pada libur lebaran di saat warga Jakarta mudik,dan banjirnya teratasi di saat musim kemarau.

Saya sadar,tulisan ini mungkin akan ditanggapi sangat negatif oleh para fans Jokowi yang terkenal sangat agresif dan membabi-buta dalam membela idolanya. Bahkan di forum-forum dunia maya, Banjir Jakarta di anggap bukan kesalahan Jokowi sebagai Gubernur,tapi kesalahan para mantan gubernur sebelumnya,bahkan ada yang menyalahkan Tuhan karena menurunkan hujan.Bagi para Fansboy (Pendukung fanatik Jokowi), Jokowi tidak boleh dan pernah salah,Jokowi tidak boleh gagal. Sayang, Banjir Jakarta membuka mata banyak orang,kalau pencitraan dan polesan manusia tidak bisa melawan kehendak alam.

 

*Ditulis oleh Azwar Siregar di Kompasiana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar