Tampilkan postingan dengan label jokowi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label jokowi. Tampilkan semua postingan

Minggu, 26 April 2015

Kenapa Ada Megawati dan Puan di antara Para Pemimpin Asia Afrika Itu?


Dalam rangka merayakan peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung, Jumat pagi tadi (24/04/15), para pemimpin dunia dari negara-negara peserta melakukan perjalanan bersejarah, napak tilas (histrorical walk) dari Hotel Savoy Homann menuju Gedung Merdeka. Mengulangi apa yang dilakukan para pemimpin pendahulu mereka 60 tahun yang lalu, saat pertama kali KAA diselenggaraan di Gedung Merdeka, Bandung itu.

Sebagaimana diberitakan Kompas.com, Presiden Jokowi sebagai tuan rumah memimpin konvoi para pemimpin Asia Afrika dengan berjalan paling depan didampingi Ibu Negara Iriana, di sebelah kiri mereka ada pasangan suami-istri PM Malaysia Najib Razak, lalu Wakil Presiden Jusuf Kalla dan istri.

Senin, 06 April 2015

Musuhi Media, Jokowi Lebih Kejam dari Soeharto

Apakah Jokowi bisa lebih kejam dari Soeharto karena memusuhi media? Kasus pemblokiran media Islam terus menggelinding seperti bola salju. Semakin jauh menggelinding, semakin membesar. Dampaknya pun menjadi tak terkontrol lagi. Protes pun semakin massif. Bahkan di masjid-masjid sudah menjadi topik perbincangan yang panas, “Jokowi anti Islam”. Para jurnalis warga yang selama ini kontra terhadap konten beberapa media Islam bahkan mulai bergabung, menolak pemblokiran.

Bagi mereka pemblokiran media Islam yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi jauh lebih buruk, jika dibandingkan dengan pemerintahan Soeharto sekali pun. Menurut mereka, dalam hal pembredelan media, Jokowi jauh lebih kejam dibandingkan Soeharto.

Mari kita bandingkan dengan kasus pembredelan Majalah Tempo yang fenomenal dan tercatat sebagai sejarah hitam pers Indonesia.

Pada 21 Juni 1994, Tempo dibredel bersama dengan Editor dan Detik oleh Menteri Penerangan Harmoko atas perintah Presiden Soeharto. Alasannya, Tempo menerbitkan laporan investigasi tentang skandal pembelian 36 unit kapal perang eks-Jerman Timur oleh Menteri Riset dan Teknologi B.J. Habibie.

Dalam investigasinya, Tempo melaporkan telah terjadi penggelembungan harga dari USD12,7 menjadi USD 1,1 miliar. Selain itu, sebagian besar kapal perang tersebut langsung menjadi besi-besi tua terapung setibanya di Indonesia, karena rusak, biaya perbaikannya sangat mahal,  atau onderdilnya sudah tidak tersedia lagi.

Dalam keterangan persnya, Harmoko menjelaskan bahwa penbredelan terhadap Tempo, Editor dan Detik dilakukan karena majalah tersebut telah memberitakan hal-hal yang tidak benar, meresahkan dan dapat mengganggu keamanan nasional.

Simak baik-baik alasan resmi pemerintah ORBA ketika membredel Tempo yaitu telah memberitakan hal-hal yang tidak benar, meresahkan dan dapat mengganggu keamanan nasional.

Artinya, pemerintah ORBA pimpinan Presiden Soeharto yang terkenal sangat otoriter, keras dan antidemokrasi, tetapi saat membredel Tempo memberikan keterangan pers lengkap dengan alasan resmi pembredelan. Bahkan sebelum dibredel Tempo pernah 2 kali mendapat surat teguran dan Departemen Penerangan.

Bagaimana dengan pemblokiran media Islam di era Presiden Jokowi?

Tanpa ada angin dan hujan, tanpa ada keterangan apapun tiba-tiba 22 situs media Islam langsung diblokir. Lebih ironis lagi baik BNPT maupun Kemenkominfo saling menyalahkan ketika datang protes bertubi-tubi. Pihak BNPT bahkan berkali-kali menyatakan dihadapan media bahwa lembaganya telah terzalimi dengan adanya pemberitaan massif terkait pemblokiran. Menurut pihak BNPT, seharusnya yang disalahkan terkait pemblokiran situs media Islam adalah Kemenkominfo yang melakukan pemblokiran bukan BNPT. Nah loh…..

Jika di era ORBA yang otoriter, keras dan antidemokrasi saja, sebelum dilakukan pembredelan ada surat teguran lalu ada keterangan pers yang menjelaskan alasan pembredelan. Maka menjadi sangat ironis, ketika di era Reformasi dimana kebebasan berekspresi sebagai salah satu tuntutan reformasi, justru pemblokiran media Islam dilakukan tanpa pemberitahuan apapun.

Dan sejarah membuktikan, ketika Tempo dibredel terjadi protes besar-besaran dikalangan mahasiswa dan wartawan yang memberi simpati pada Tempo. Dan ketika Tempo terbit kembali pasca reformasi, langsung menjadi majalah nomor satu karena mendapat “iklan gratis” akibat pembredelan.

Maka tidak heran ketika umat Islam mulai bertanya dan mencari informasi tentang situs-situs media Islam yang dibredel tersebut. Terbukti di masjid-masjid, topic pemblokiran media Islam menjadi topikhangat dalam perbincangan.

Jadi dengan membandingkan pembredelan Tempo dan pemblokiran media Islam, siapa yang lebih kejam, Soeharto atau Jokowi?

Catatan: Saya pun tidak suka terhadap situs Voa-Islam dan Arrahmah, tetapi ketidaksukaan saya tidak akan mematikan rasionalitas saya untuk terus memperjuangan kebebasan berekspresi.

Hanya satu kata, lawan!!!

Kamis, 26 Maret 2015

Bloking Media oleh Rejim Jokowi

media blocking1. banyak yang bingung, kenapa aksi mahasiswa yang begitu massif bisa luput dari pemberitaan. hanya sepintas lalu, bukan berita utama?

2. banyak juga yang merasa aneh, kenapa aksi demo nelayan hanya disorot anarkhi yang terjadi, bukan substansi dari apa yang mereka tuntut?

3. apakah pemred sudah diberi uang ratusan milyar seperti info yang beredar beberapa waktu terakhir?

4. berikut kami sampaikan analisa mengenai hal ini. bila ada deal antara pemerintah dg media, bentuknya seperti apa? kita bahas bersama.

5. seperti telah kita ketahui, bahwa media massa telah menjadi lumbung informasi rakyat pasca dibukanya kran reformasi, 17 tahun lalu.

6. seiring berjalannya waktu, kepercayaan rakyat pada media menjadi besar. sayang, besarnya kepercayaan itu justru membuat media jumawa.

7. media seringkali memberitakan dengan tidak benar. ini contohnya, membela Pancasila disebut komunistophobic - m.tribunnews.com/seleb/2015/02/…

8. contoh terbaru adalah tidak diberitakannya dengan berimbang aksi mahasiswa yang menentang pemerintahan @jokowi_do2. sepi pemberitaan.

9. bagaimana hal itu bisa terjadi? | besar kemungkinan telah terjadi konsensus antara pemilik media (bukan pemred) dg pemerintah.

10. tentu konsesus itu bukanlah berupa uang cash dari pemerintah kepada pemilik media. bodoh sekali bila itu terjadi.

11. konsesus itu bisa berupa proyek atau kesepakatan lain yang berkaitan dengan gurita bisnis pemilik media massa. main cantik.

12. contoh: pemilik media 'A' diberi hak pengelolaan kabel serat optik bawah laut di wilayah Indonesia Timur.

13. contoh: pemilik media 'B' mendapat pengelolaan jalan tol di wilayah Jawa.

14. contoh: pemilik media 'C' mendapat dana pelunasan dari APBN untuk membereskan insiden beberapa tahun lalu.

15. dan masih banyak contoh konsensus lain yang dibangun antara pemerintah dan bos media. silahkan telusuri.

16. tentu tidak ada 'makan siang gratis'. | Pemerintah memberikan kue-kue tadi tidaklah cuma-cuma. harus ada imbal balik yang didapat.

17. apa imbal balik dari bos media kepada pemerintah? | salah satunya dengan memblock segala pemberitaan yang merugikan pemerintah.

18. termasuk berita-berita yang memungkinkan menjadi pemicu aksi massa yang lebih besar, seperti demo mahasiswa.

19. lihat contoh berita. saat @jokowi dihajar habis karena penampilannya saat bertemu Sultan Brunei, media membela - jabar.tribunnews.com/2015/02/10/die…

20. segala cara dicari sebagai argumentasi agar @jokowi_do2 tampak 'perfect' dimata rakyat.

21. apakah trik blocking berita itu efektif untuk membendung pergolakan? | kalau tak efektif, Istana sudah dikepung puluhan ribu mahasiswa!

22. kita tarik ke era orde baru, saat media 'diborgol' pemerintah. mereka menyatu dg mahasiswa, berita apapun yg menentang pak Harto dimuat!

23. aksi mahasiswa yang awalnya kecil, krn mendapat sokongan yang begitu massif dan kontinyu dari media, dalam waktu singkat menjadi besar!

24. bayangkan bila aksi mahasiswa beberapa waktu lalu tidak diblock, mungkin hari ini@jokowi_do2 sudah berstatus mantan Presiden RI!

25. begitu besar peran media saat ini. mereka mampu membangun opini tentang siapa yang harus dijadikan teman, dan siapa yang harus dimusuhi.

26. tapi media lupa, kenapa mereka bisa begitu kuat seperti saat ini atas perjuangan siapa? mereka mendurhakai yang telah membesarkannya.

27. siapa yang telah membesarkan media? | tentu saja mahasiswa dan rakyat yang bersatu dan membebaskan media dari pasungan orde baru!

28. setelah kita tahu, bahwa media saat ini bukanlah MATA, TELINGA dan LIDAH rakyat, apa yang harus diperbuat?

29. kita harus mengingatkan mereka. menegur. kita yang telah membesarkan mereka, kita pula yang bisa mengembalikan mereka ke rel yang benar.

30. jangan biarkan media menjadi industri an-sich! media harus berperan aktif untuk membangun manusia Indonesia yang bermartabat!

31. ketika media hanya menjadi industri dan menjadi corong pemerintah, maka media telah menjadi Departemen Penerangan jilid II!

32. jangan biarkan kedaulatan rakyat diinjak-injak oleh bos media dan pemerintah. LAWAN!

33. kita boleh berharap masih ada media yang independen dan menjadi lumbung informasi rakyat, bukan penggiring opini dan corong pemerintah.

34. tapi hidup itu adalah rangkaian usaha dan doa, kawan! | berdoa saja tanpa berusaha adalah dusta!


























































35. jangan biarkan independensi media menjadi hancur hanya karena keserakahan bos-bos media.



























































 

36. demikian silaturahmi kita malam ini. semoga ada guna dan manfaat. mohon maaf bila ada yang kurang berkenan | YAKIN USAHA SAMPAI! sekian.


Disalin ulang dari kultwit The Last Samurai (@SemestaBerkicau)

Selasa, 24 Maret 2015

Tol Laut, Mimpi Indah Dibuang ke Laut

Musim kampanye dulu, Jokowi menawarkan program Tol Laut, sebuah program kerja yang amat menarik perhatian, karena hanya dialah satu-satunya calon presiden yang memandang laut sebagai bagian terpenting bagi bangsa Indonesia yang harus digarap dengan serius sehingga pulau-pulau yang terpisah oleh laut dan sungai bisa dirangkai menjadi satu kesatuan.

Impian menjadikan laut sebagai bagian terpenting dalam pembangunan negeri ini sudah sejak lama didengung-dengungkan.  Setidak-tidaknya pemerintahan PM Djuanda tahun 1957 , telah melahirkan  sebuah  deklarasi yang menegaskan bahwa Laut bukanlah pemisah tetapi pemersatu pulau-pulau Indonesia.

Disisi lain, Presiden RI yang pertama juga memandang betapa penting dan strategisnya laut bagi bangsa Indonesia. “Negara akan menjadi kuat bila kita mampu menguasai lautan, dan untuk menguasai lautan kita harus menguasai armada yang seimbang,”  tegas Bung Karno dalam National Maritime Convention 1963.

Deklarasi Djuanda dan Pidato Bung Karno itu seakan menegaskan sikap para pemimpin terdahulu dari bangsa ini sudah sangat menyadari arti pentingnya Lautan Indonesia, disamping menyimpan berbagai kekayaan alam yang terkandung didalamnya laut juga  merupakan urat nadi perekonomian bangsa. Oleh karenanya pemerintah berkepentingan untuk menguasainya dengan cara membangun armada yang seimbang.

Jumlah armada yang seimbang dengan kebutuhan muatan yang akan diangkut, akan menjaga kedaulatan ekonomi bangsa. Muatan berupa bahan kebutuhan pokok dan kebutuhan industri dari satu pulau kepulau yang lain akan tidak akan jatuh ketangan armada asing, tetapi diangkut oleh kapal-kapal yang berbendera Indonesia.

Tapi, bila pengusaha angkutan laut tidak memiliki armada yang cukup untuk mengangkut muatan dari satu pulau kepulau yang lain, maka pintu akan terbuka lebar bagi armada asing untuk mencicipi nikmatnya berlayar diperairan nusantara, dan ini terjadi karena aramada angkutan laut kita tidak seimbangan dengan kebutuhan pengakutan barang dari pulau kepulau.

Pemerintah SBY pernah berusaha melindungi angkutan laut dalam negeri agar bisa menjadi tuan rumah dilaut sendiri. Pada bulan Mei 2011 keluarlah aturan yang disebut dengan asas Cabotage, aturan ini menegaskan bahwa kapal berbendera asing tidak dibenarkan mengangkut muatan berupa hasil bumi dan hasil industri didalam negeri. Angkutan dari pulau kepula hanya boleh dilakukan oleh armada yang berbendera Indonesia.

Dampak dari penerapan Asas Cabotage itu bukan saja mampu membuat angkutan laut dalam negeri menjadi berkibar, tetapi juga terseok-seok karena kekurangan armada. Akibatnya ongkos angkut barang antar pulau melalui laut menjadi tinggi yang pada gilirannya membuat harga barang jadi melambung.

Soekarno sudah mengingatkan akan pentingnya pengadaan Armada yang seimbang antara jumlah muatan dengan ketersediaan armada, namun karena pembangunan sektor kelautan kurang mendapat perhatian dari para pengambil kebijakan negeri ini maka terjadilah ketimpangan itu dan Jokowi seakan ingin menjawabnya dengan program TOL Laut.

Rencana membangun TOL Laut yang dicanangkan oleh Jokowi seakan memberikan peluang bagi pengusaha angkutan laut secara financial untuk menambah Armadanya.  Jokowi akan menggelontorkan anggaran negara dalam jumlah triliyunan rupiah untuk membangun TOL Laut, dan membangun pelabuhan yang memadai sebagai tempat singgah armada dan tempat bongkar muat barang (muatan).

Namun angin segar yang ditiupkan oleh Jokowi dimasa kampanye itu kini berubah wujud bagai angin Bahorok yang merusak tanaman. Para menteri dikabinet Jokowi seakan berebut memangkas rencana pembangunan dibidang kelautan. Dengan alasan rendahnya tingkat pemanfaatan pelabuhan di Indonesia, menteri Perekonomian Sofyan Djalil akan meninjau kembali rencana pembangunan 24 pelabuhan baru, kalimat “meninjau kembali” itu bia berarti rencana tersebut dibatalkan.

Menteri perhubungan nampaknya juga tak mau ketinggalan, beliau mengeluarkan PM No. 45 tahun 2015 yang isinya memberatkan para pengusaha dibidang pelayaran. Pasal 6 ayat 2 dari keputusan tersebut, mewajibkan Perusahaan Pelayaran memiliki modal minimal sebesar Rp. 50 Milyard, dengan modal setor sebesar Rp. 12,5 Milyar. Berbanding jauh dengan aturan menteri sebelumnya yang hanya mewajibkan modal Rp. 6 Milyar dan modal setor Rp. 1,5 Milyar.

Dalam keputusan yang sama pada pasal 8 ayat 2 huruf (a dan b) juga ditetapkan bahwa bagi pengusaha yang ingin mendirikan Badan Usaha Pelabuhan, diwajibkan memiliki modal Rp. 1 Triliyun dengan modal setor sebesar Rp. 200 Milyar. Urusan modal inilah yang memberatkan para pemilik perusahaan pelayaran dan Badan Usaha Pelabuhan (BUP).

Ternyata, TOL Laut yang dicanangkan oleh Jokowi itu tidak membuat kita JAYA  di LAUT, justeru sebaliknya pengusaha yang bergerak dalam bidang angkutan laut harus membuang mimpi indahnya ke LAUT.

 

Disalin ulang dari tulisan Asmari Rahman

Masih Layakkah Jokowi?

Minggu ini, dibeberapa Universitas sudah melakukan gerakan mengkritisi pemerintahan Jokowi. Meresponpon kegagalan pemerintahan Jokowi mengelola negeri ini.

Di tangan Jokowi kesemrawutan tata kelola pemerintahan berlangsung. Ada sentripetal kekuasaan yang tidak wajar. Ada the man bihind dalam psikologi tata kelola pemerintahan Jokowi-JK. Seakan sistem ownership pemerntahan bertumpuk-tumpuk di tangan elit tertentu di salah satu partai penguasa. Si ratu feodal begitu berkuasa. Dalam pengambilan kebijakan strategis, Jokowi tak berdaya dan terkikis oleh hegemoni politik elit di belakang layar pemerintahan.

Struktur pemerintahan menjadi alat akomodasi politik, dan itu dikendalikan oleh elit-elit partai tertentu yang perannya begitu super hebat. Akibatnya, sumber daya pemerintahan tergerus untuk urusan politik. Pemerintahan Jokowi surplus politik dan defisit kinerja.

Program Nawacita yang diumbar ke publik, tak mampu memperkuat fondasi sosial, politik dan ekonomi. Terlebih-lebih fondasi ekonomi kita yang tak mampu mengapresiasi exchange rate rupiah terhadap US$. Rupiah tergerus menembus angka Rp.13.000. Selama pemerintahan Jokowi, -/+ dua kali nilai tukar rupiah mengalami gerakan ekuilibrasi. Di tengah melorotnya nilai tukar rupiah terhadap US$, Menkeu bikin pernyataan, bahwa stiap kali rupiah melemah Rp. 100 menimbulkan surplus Rp.2,3 triliun APBN. Surplus ini ditarik dari peningkatan sumbangan ekspor migas dan pertambangan.

Tentu statemen Menkeu ini harus diverifikasi lebih lanjut, menimbang, dari tahun ke tahun, lifting minyak nasional terus melorot. Indonesia tak lagi menjadi negara net ekspor. Bahkan sektor migas pada tahun 2014, menjadi penyumbang difisit terbesar bagi defisit neraca perdagangan nasioal. Disektor pertambangan misalnya, ketika PT Antam minta penyertaan modal negara (PMN) ke DPR, perusahan tambang pelat merah ini menelan rugi Rp 775,28 miliar pada 2014. Derita kerugian itu disebabkan oleh kebijakan pemerintah melarang ekspor biji mineral mentah dan penurunan penjualan didorong oleh pelemahan harga komoditas di negara tujuan ekspor, terutama nikel dan emas. Inilah salah satu contoh sektor pertambangan.

Data BPS menyebutkan, dibandingkan Desember 2014, ekspor migas mengalami penurunan 11,75%. Di mana, ekspor minyak mentah turun 31,67%, ekspor hasil minyak turun 7,45%. Saya sarankan, Menkeu jangan bikin pencitraan di tengah terpuruknya nilai tukar rupiah terhadap US$.

Yang jelas saat ini, kinerja pemerintahan Jokowi yang buruk, telah menjadi sentimen negatif pasar dalam negeri. Pemerintahan Jokowi lemah, getas dan mudah tergerus oleh otoritas politik di sekelilingnya. Jokowi tak berdaya sebagai seorang presiden.

Suasana di atas mulai direspon masyarakat kampus. Mahasiwa mulai masif turun ke jalan. Namun tersiar kabar, ada upaya gerakan silent sistematis membungkam pers, agar tidak mengabarkan berita gerakan mahasiswa. Terbukti, minggu kedua bulan Maret 2015, begitu masifnya mahasiswa turun ke jalan memikul keranda jenaza Jokowi, namun nyaris berita gerakan mahasiswa tersebut tenggelam oleh pemberitaan. Ada apa?

Kalau benar pers terlibat dalam upaya pembungkaman gerakan mahasiswa, maka prilaku pers Indonesia makin menjelaskan pada publik, bahwa tak ada lagi prinsip jurnalisme perjuangan di republik ini. Pers telah menjadi instrumen rezim pemerintahan yang pasif.

Mahasiswa sebagai salah satu pilar demokrasi, disumbat salurannya melalui media mainstream.

Ketika media mainsntream gagal sebagai salah satu pilar demokrasi, apalagi yang kita tunggu wahai masayarakat citizen journalism, masyarakat sosial media, baik bloger dan penulis pejuang lainnya. Angkat penamu, tuliskan dikertasmu dengan darah perjuangan. Mari kita masuk ke dalam barisan Mahasiswa yang mulai bersuara mengkritisi kegagalan Jokowi-JK. Merdeka !!!

 

Disalin ulang dari tulisan Munir A.s

Senin, 12 Januari 2015

Dua Perusahaan Ini Gelontorkan Uang ke Budi Gunawan

PT Masindo Lintas Pratama dilaporkan menggelontorkan duit Rp 1,5 miliar ke rekening Herviano Widyatama, anak Budi Gunawan pada November 2006. Kini, Budi Gunawan adalah calon tunggal Kepala Kepolisian Indonesia. PT Masindo adalah pengembang Apartemen Hollywood Residence di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Pada Mei 2007, ratusan pembelinya melapor ke polisi dan menuduh PT Masindo menggelapkan dana Rp 200 miliar lebih.

Indonesia Corruption Watch melaporkan transaksi mencurigakan itu ke Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum dan Komisi Pemberantasan Korupsi. "Kami tunggu respons mereka," kata Emerson Yuntho, wakil koordinator ICW seperti yang dikutip dari Majalah Tempo edisi 4 Juli 2010.

Selain Masindo, sebuah perusahaan lain bernama PT Sumber Jaya Indah dilaporkan menyetorkan dana ke rekening Budi Gunawan. Melalui rekening anak Budi, perusahaan itu menggelontorkan hampir Rp 10 miliar.
Sumber Jaya adalah sebuah perusahaan penambang timah yang menguasai 75 hektare lahan tambang di Bangka Belitung. Nama perusahaan sempat jadi berita pada Desember 2007, ketika polisi setempat menyetop 13 truk yang mengangkut timah ilegal milik perusahaan itu. "Saya ingat kasus itu. Penyidikan polisi tidak jelas sampai sekarang," kata Yudho Marhoed, Koordinator Wahana Lingkungan Hidup Indonesia di Bangka Belitung. (Baca:Budi Gunawan Bermasalah, Ini Saran untuk Jokowi)

Budi Gunawan memilih tutup mulut. Ditemui Tempo, dia hanya tersenyum dan berkomentar pendek, "Nanti saja, ya." Belakangan, lewat seorang bawahannya, Budi Gunawan mengaku sudah menyerahkan masalah ini ke Kepala Badan Reserse Kriminal. "Semua berita itu tidak benar," katanya.


 

Sumber: Tempo.com

Sabtu, 10 Januari 2015

Seknas Jokowi: Mudah-mudahan Jonan Dilempar Telur Busuk!

Ketua kelompok relawan yang bernama Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi, Muhammad Yamin, memberikan kritik pedas terhadap sikap dan tindakan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan yang cenderung emosional, terutama saat melakukan investigasi terhadap jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501.

Menurut Yamin, tidak sepantasnya seorang menteri marah-marah dan tiba-tiba membuat kebijakan pembatasan tarif bawah maskapai penerbangan yang justru memperkeruh situasi.
seknas jokowi
"Jadi menteri bukan marah-marah. Masa mau menghapus low cost. Mudah-mudahan besok dia dilempar telur busuk," ujar Yamin, dalam sebuah diskusi, di Balai Sarwono, Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu (7/1/2015).

Menurut Yamin, di tengah suasana duka yang dirasakan keluarga penumpang AirAsia QZ8501, seharusnya Jonan tidak mengeluarkan kebijakan "aneh-aneh" yang justru membuat masyarakat menjadi semakin bingung.

Misalnya, kata dia, ialah kebijakan Jonan tentang pembatasan tarif bawah maskapai penerbangan. Jonan seakan-akan ingin mengatakan bahwa kecelakaan yang menimpa AirAsia disebabkan harga tiket yang murah.

"Yang dia ingin katakan bahwa karena tiket murah, pesawat lalu tidak dirawat. Padahal, kita juga belum tahu apa penyebabnya," kata Yamin.

Menurut Yamin, sikap Jonan yang seperti itu justru tidak membantu Presiden Jokowi dalam menjalankan pemerintahan. Jika gaya Jonan dalam bekerja masih tetap emosional, Yamin meminta agar Jonan sebaiknya segera keluar dari Kabinet Kerja Jokowi-Jusuf Kalla.

"Ya, kalau bisa keluarlah dari kabinet, mengundurkan diri," kata Yamin.

Dalam kesempatan yang sama, kelompok relawan Jokowi lainnya, yakni Jokowi Advance Social Media Volunteers (Jasmev), tidak sependapat dengan pernyataan Yamin.

Koordinator Jasmev, Kartika Djoemadi, mengatakan, sikap jonan yang "nyentrik" justru dibutuhkan di dalam pemerintahan Jokowi-Kalla. Menteri-menteri Jokowi, kata dia, harus memiliki karakter dalam menjalankan tugas agar bisa mengimbangi kinerja Jokowi yang juga dianggap "out of the box" dalam memimpin pemerintahan.

"Kalau menteri-menterinya biasa-biasa saja, dia akan tenggelam dengan berita Jokowi. Jonan dengan karakter emosional, dia bekerja dengan cepat. Kalau dia emosional, Pak Ahok (Gubernur DKI Jakarta) pun juga demikian. Itu yang menjadi kekuatan pejabat publik," kata Kartika.

 

Sumber: Kompas.com

Rabu, 24 Desember 2014

Belajar Skala Prioritas dari Joko Widodo

Bagi pecintanya, sosok Joko Widodo atau yang lebih dikenal sebagai Jokowi adalah seorang nabi bagi umatnya. Kebenaran mutlak, perkataannya adalah fatwa berlandas wahyu. Begitulah Jokowi bagi umatnya. Maka jangan heran kalau Anda nekat menceritakan keburukan seorang Jokowi, khususnya di sosial media, maka berbagai komentar miring, makian, dan doa mampuspun mengalir mengikuti kalimat-kalimat di status Anda.

Pecinta militan Joko Widodo lebih seperti pasukan terorganisir yang siap mengangkat senjata bila sang idolanya dikritik, apalagi dicela. Begitulah di negeri ini.

Besok, 25 Desember 2014 Joko Widodo akan terbang ke Papua, menghadiri perayaan Natal disana. Sementara sebelumnya dia sempat merencanakan hadir di Propinsi Aceh dalam rangka memperingati genap 10 tahun peristiwa dahsyat yang meluluhlantakkan negeri Serambi Mekah ini, 10 Tahun Tsunami Aceh.

10 tahun yang lalu, tepatnya 26 Desember 2004, terjadi gempa bumi besar di tengah lautan yang berefek terjadi gelombang luar biasa menghempas kepulauan dan daratan Sumatera, khususnya Aceh sekitarnya. Lebih dari 100.000 ribu nyawa meregang. Bahkan sampai hari ini pun, masih ada ditemui kerangka jenazah korban kedahsyatan tsunami yang tertimbun lumpur.

Begitulah dahsyatnya tsunami Aceh. Jika ditambahi dengan korban-korban di negara-negara sekitar, maka seperempat juta nyawa melayang pada hari itu. Jumlah yang sangat fantastik. Sangat memilukan, meninggalkan luka permanen bagi yang masih hidup.

skala_prioritas_jokowi_masawep.in (2)

Tapi itu adalah cerita pilu bagi rakyat Aceh. Bukan cerita pilu bagi seorang Joko Widodo.

Untuk acara 10 tahun tsunami, sang presiden lebih memilih pergi ke Papua, menghadiri misa natal. Ntah apa yang dibenaknya. Baginya Papua adalah sebuah kegentingan yang memaksa hingga harus membatalkan ke Aceh. Baginya, misa Natal agama Kristen jauh lebih urgen dan harus didahulukan daripada peringatan tsunami di Aceh. Bagi Joko Widodo, hari pada saat nyawa ratusan ribu warga Aceh melayang tidak sebanding dengan hari lahir tuhan bagi agama orang lain.

Itulah skala prioritas seorang Joko Widodo.

Papua lebih penting dari Aceh. Natal lebih urgen dari tsunami. Kelahiran seorang tuhan agama Kristen lebih mendesak dari kematian ratusan ribu penduduk Aceh.

Ironis. Beginilah cerita serial negeriku....

Kamis, 18 Desember 2014

Kita Perlu Menasehati Presiden Biar Gak Lebay

USIA kepemimpinan Ir. Joko Widodo sebagai presiden belum seumur jagung – yang kerap disebut di kisaran tiga bulan atau seratus harian, dari menanam hingga panen. Mengacu pelantikannya per 20 Oktober 2014, berarti akan dua bulan kurang dua hari dua bulannya. Alias 58 hari. Belum bisa disebut ia memanen hasil. Jauuuuh.

Didampingi Drs. H. Jusuf Kalla, menjaring dan kemudian menetapkan sejumlah “pembantu”nya, menteri-menteri yang kemudian disebut sebagai Kabinet Kerja. Kendati dalam bilangan belum memanen, namun sejumlah kebijakan Jokowi sebagai komandan maupun menterinya cukup mencengangkan. Mungkin benar sesuai dengan acuannya: kerja, kerja, kerja.

Dan betul. Menteri Susi Pudjiastuti segera mencuat dengan gebarakannya, melampaui sejumlah nama menteri yang masih belum gegas melangkah kerja. Yakni dengan bersetuju menenggelamkan “kapal” asing yang suka mencuri ikan di perairan Nusantara ini. Lalu Menteri Anies Baswedan dengan keputusannya nan membingungkan saya. Walau, “Biarlah saya yang menangggung!” tandasnya, sebagai komandan atas keputusannya “menghentikan” Kurikulum 2013 itu hasil kerja Menteri M. Nuh, Menteri Pendidikan sebelumnya.

Dua saja dari menteri yang dalam dua bulan Kabinet Kerja ini, kemudianditenggelamkan atau tetap di bawah komando Presiden Kerempeng – yang kerap disebutkan oleh ketua Umum PDI Perjuangan atas anggotanya itu. Karena Jokowi sudah berbicara di dunia internasional, bahkan ia membuktikan bisa berbahasa Inggris, walau itu ada semacam ketidakkonsistenannya untuk berbicara dalam bahasa Indonesia di Rapat internasional sekalipun. OK. Itu hanya masalah “teknis”.

Yang kita tercengang, sebagai Presiden masih dengan gayanya yang super itu. Super di sini cenderung bisa memboroskan energi. Benar. Bahwa ia blusukan itu untuk mengetahui secara persis apa pemasalahan di bawah atau kondisi dan keinginan rakyat. Namun, apakah mesti begitu show of force-nya nan mencengangkan? Semisal, ia memanjat tower di Kepulauan Sebatik segala?

Jelas, bila Jokowi berlumpur ketika meninjau lokasi longsor di Banjarnegara, Jawa Tengah, yang menelan korban hampir seratus jiwa itu.  Sebagai bentuk konkret pemimpin yang “bekerja” dan empati terhadap warganya: “Yang paling utama pencarian korban!” serunya, tak ragu.

Kembali ke soal Presiden penekan utawa memanjat tower (lihat gambar).

[caption id="attachment_1776" align="alignnone" width="513"]jokowi manjat tower Aksi Presiden memanjat “tower” di Pulau Sebatik. (repro: Merdeka.Com)[/caption]

Di sini kita seperti melihat sebuah pemandangan atau akrobat kebablasan seorang kepala negara. Kenapa?  Karena ketika tiba di atas, dan melihat kondisi tower, itu merupakan hal teknis yang di seluruh pelosok negeri ada. Artinya, ya bukan soal prinsip benar. Karena, toh ia bisa menjewer siapa si penanggung jawab di lingkungan tower itu. Sama seperti kondisi jembatan, bangunan atau apa pun yang ada di pelosok negeri. Dengan segala kondisinya. Dan itu bukan pekerjaannya – karena selama dua bulan lalu “pembangunan” itu sudah ada.

Jika kepala Negara sampai jatuh dari acara naik tower, apa itu bukan sebuah kerugian besar? Apalagi bila akibatnya fatal. Padahal, tower itu “kecil” sekali dari gagasan besar Jokowi dengan pembangunan kemaritiman yang diimpikan dan telah “dijual” ke pihak luar negeri, atawa negara-negara G-20. Di mana negeri ini ingin bermarwah sebagai Jayamahe. Berjaya di wilayah kelautan.

Dari peristiwa kecil itu, rasanya kita, rakyat, berhak memperingatkan presidennya: untuk bekerja lebih proporsional. Tak menyerempet-nyerempet bahaya. Mengingat sejumlah persoalan di negeri ini yang ditata oleh pemimpin sebelumnya yang bisa disebut belum rapi, ada segunung persoalan. Sehingga rentang waktu lima tahun kepemimpinan seorang anak pinggir kali Solo yang belajar di Kehutanan di UGM menjadi lebih fokus. Dan bisa lebih mencapai hasil.

Percayalah, Pak Presiden. Anda sudah benar menjadikan kepemimpinnnya dengan “bekerja”. Namun waktu yang terbatas untuk membenahi karut-marut negeri ini pun perlu dimanajemeni secara baik. Dan benar. ***

 

Ditulis oleh Thamrin Sonata, seorang freelance writer

Rabu, 17 Desember 2014

Beginilah Media Memberitakan Jokowi Dulu

Anda ingin tau seperti apa sebuah media menciptakan dan membalikkan opini yang berkembang di masyarakat? Opini itu pun bisa digiring menurut selera sang pemesan berita, apakah untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri atau untuk menjatuhkan lawan-lawannya.

Hari ini Tribunnews.com merilis sebuah berita bertajuk "Harga Dolar Tembus Rp 13.000"


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Alih-alih berbalik menguat, rupiah justu semakin terpuruk di hadapan dollar Amerika Serikat. Bahkan, hari ini, di beberapa bank, dollar telah menembus angka Rp 13.000 per dollar AS.

Berdasar pengamatan KONTAN, paling tidak ada dua bank yang telah menjual setiap dollar AS dengan harga lebih dari Rp 13.000. Seperti tercantum dalam situs resminya, CommonwealthBank memasang kurs jual dollar di harga Rp 13.175 per dollar AS. Sementara, kurs beli dollar dipatok Rp 12.475 per dollar.

Bank International Indonesia (BII Maybank) juga mengerek harga dollar hingga Rp 13.050 per dollar Amerika. Di saat yang sama, BII membeli dollar dengan harga Rp 12.650 per dollar.

Melihat angka ini, tak terlalu mengejutkan jika kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor)  menyentuh Rp 12.900 per dollar AS hari ini atau menguat 2,39% dibanding posisi kemarin.

dollar 13 ribu

Coba balik ke belakang, saat republik ini dihebohkan gawean besar bertajuk Pemilihan Presiden. Joko Widodo dengan media-media besar di sebagai juru kampanye tak resmi berhadapan dengan seorang Prabowo. Maka tulisan pun bisa 'disesuaikan' demi pembentukan opini positif pada calon yang dielusnya, dan menjatuhkan calon yang dihadangnya.

Media Tempo.co mengatakan "Prabowo Menang, Rupiah Berpotensi Tembus 13 Ribu"


TEMPO.CO, Jakarta - Kurs rupiah terhadap dolar AS diperkirakan menembus 13 ribu bila pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa terpilih menjadi presiden-wakil presiden. Analis dari Investa Saran Mandiri, Kiswoyo Adi Joe, mengatakan pelaku pasar akan melihat sosok pemenang pemilihan presiden sebelum melakukan transaksi. Jika pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menang, rupiah akan cenderung bergejolak. (Baca: Sentimen Pemilu Antiklimaks, Rupiah Melorot)

Rendahnya tingkat kepercayaan pasar terhadap pasangan Prabowo-Hatta diperkirakan membuat banyak investor meninggalkan pasar, sehingga tingkat beli dolar akan tinggi. Kurs bisa menembus Rp 12.500 per dolar Amerika. “Dalam kondisi itu, Bank Indonesia harus melakukan intervensi, sebab berpotensi jatuh hingga Rp 13 ribu per dolar AS,” kata Kiswoyo ketika dihubungi Tempo, Ahad malam, 6 Juli 2014.

Tempo pun tak lupa mengelus Jokowi, "Jokowi Jadi Presiden, Rupiah Bisa Tembus 10 Ribu"


TEMPO.CO , Jakarta - Kepala Ekonom Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih mengatakan bahwa Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo bisa memenangi pemilu presiden pada Juli mendatang, maka nilai tukar (kurs) rupiah akan menguat signifikan. Dia memperkirakan penguatan akan sangat tajam bahkan bisa mencapai level Rp 10 ribu per dolar Amerika Serikat.

Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia, pada Jumat lalu rupiah berada di level Rp 11.792 per dolar AS. Menurut Lana, kondisi itu karena jika Jokowi diajukan sebagai calon presiden Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, menurut berbagai lembaga survei maka partai berlambang banteng ini akan mendapatkan 20 persen suara legislatif. (Baca juga : Gaet Investor, Indonesia Seperti Gadis Cantik Lagi)
Apa yang Anda baca belum tentu apa yang terjadi, ada persepsi sang penulis dalam setiap berita yang kita baca. Semoga idealisme jurnalis kita tak terlalu lama terjebak dalam kubangan lumpur kapitalis pemilik media.

Salam...

Senin, 15 Desember 2014

Parah, Berebut Berkah Warga Cuci Muka Pakai Air Cuci Kaki Jokowi

image

Masih ingatkah Anda dengan peristiwa seseorang yang meminum air bekas cuci kaki Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri beberapa bulan yang lalu?
Lagi, kali ini di area musibah tanah longsor di Banjarnegara yang tak jauh beda dengan kejadian saat itu. Ratusan warga karena kepercayaan “ngalap barokah” (Berharap berkah-red), ramai-ramai berebut bekas air cucian kaki Jokowi, Ahad (14/12) kemarin.
Adalah Warga di Kecamatan Karangkobar, Ahad 14 Desember 2014 siang, yang mendadak riuh. Ratusan orang tampak berebut, saat Jokowi hendak meninggalkan lokasi bencana longsor di Dusun Jemblung, Banjarnegara, Jawa Tengah.
Mereka memperebutkan air dalam ember, yang sebelumnya digunakan Jokowi untuk mencuci tangan dan kaki, serta membersihkan lumpur yang melekat di sepatunya, usai memasuki tempat evakuasi korban bencana.
Saat Jokowi bergegas memasuki mobil yang mengantarnya ke sebuah puskesmas, tempat para korban dirawat, orang-orang yang sebelumnya berbaris di tepi jalan, serentak berebut menembus barikade yang dibuat aparat gabungan TNI dan polisi.
Mereka berusaha membasuh mukadengan air sisa cuci tangan Jokowi, yang mereka anggap membawa berkah. Serbuan warga tidak dapat terbendung. Aparat juga telah melonggarkan barikade, setelah mobil yangmembawa Jokowi meluncur meninggalkan kerumunan warga.
“Buat barokah. Ini kan tadi sudah dipakai Presiden. Siapa tahu nasib berubah,” ujar salah seorang warga, yang tampak kuyup kepala dan badannya.
Warga lainnya, Parno, mengaku ingin meniru Jokowi, dengan turun membasuh kakinya. “Biar berkah dan banyak rezeki. Tadi saya tidak cuma basuh muka, tapi tangan dan kaki juga,” kata Parno.


Sumber: sharia.co.id/salam-online

Kamis, 11 Desember 2014

Tugas Jokowi Selanjutnya, Mempresidenkan JK?

JABATAN tinggi bagi Jokowi sepertinya tidaklah terlalu penting untuk “diseriusi” secara normatif. Begitu pun dengan masa pengabdiannya sebagai pemimpin terpilih yang diberi amanah dari rakyat, adalah sepertinya tidaklah terlalu perlu untuk dituntaskan.
Dulu sebagai Walikota Solo, Jokowi memang sempat menghabiskan 1 periode. Namum setelah terpilih kembali pada periode berikutnya, Jokowi justru sepertinya lebih tertarik menjalankan sebuah “misi politik”, yakni menjadikan wakilnya naik ke tingkat lebih tinggi sebagai pemimpin utama.
Caranya, adalah dengan “menerima tantangan atau ajakan” dari pihak tertentu untuk melangkah mencalonkan diri sebagai pemimpin di momen lain. Dan langkah ini tentu saja amat membutuhkan “deal-deal” kuat dengan membangun konstelasi dari pihak-pihak yang punya kepentingan di dalamnya. Kondisi ini pun lebih bisa disebut dengan istilah “Politik Sublimasi Jabatan”.
Dan nampaknya, “misi politik” itu pun berhasil Jokowi jalankan dengan baik. Yakni dimulai dari Wakil Walikota Solo F.X. Hadi Rudyatmo berhasil naik menjadi Walikota Solo setelah Jokowi sukses memenangkan pemilihan Gubernur DKI Jakarta.
Lalu berikutnya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta pun akhirnya berhasil naik menduduki jabatan Gubernur DKI Jakarta, yakni setelah Jokowi sukses memenangkan Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 kemarin.
Dan kini sebagai presiden, tugas atau “misi politik” Jokowi selanjutnya boleh jadi adalah berusaha membuat wakilnya Jusuf Kalla menjadi presiden.
Untuk menjadikan JK sebagai presiden, Jokowi tentu tak harus mencalonkan diri menjadi Sekjen Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Sebagai presiden, Jokowi cukup mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tak sesuai konstitusi, kebijakan bertentangan dengan kehendak rakyat, serta cukup mengingkari janji-janjinya di masa kampanye. Dan cukuplah dengan begitu, Jokowi pun bisa dengan mudah di-impeachment atau dimakzulkan.
Kebijakan yang dinilai bertentangan dengan konstitusi dan kehendak rakyat itu salah satunya adalah dengan menaikkan harga BBM. Dan kebijakan ini pun sudah ditempuh oleh Jokowi. Dan benar saja, kebijakan menaikkan harga BBM itu pun mendapat protes dari banyak  rakyat serta dari para aktivis pergerakan, mahasiswa, buruh, dan sebagainya. Pasalnya, menurut Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur, Dr. Rizal Ramli, pertama, kenaikan harga BBM bersubsidi merupakan langkah tidak berdasar karena dilakukan di saat harga minyak dunia turun.
Kemudian, lanjut Rizal Ramli, presiden tidak meminta pertimbangan rakyat, dalam hal ini DPR dalam mengambil keputusan ini (menaikkan harga BBM tersebut). Padahal, menurut Rizal, perihal Undang-undang APBN mengharuskannya untuk mendapat restu dari DPR, kecuali jika harga minyak dunia naik sampai 15% dari asumsi APBN.
Bukan cuma itu, kata Rizal, keputusan yang diambil (Jokowi) itu pun dinilai bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi. Dan dari alasan semua itulah, Jokowi sebetulnya sudah “membuka diri” untuk dapat di-impeachment alias dimakzulkan.
Tentang misi politik Jokowi ini nampaknya merupakan model baru dalam dunia politik, terutama dalam upaya “perburuan” kekuasaan bagi figur-figur yang dianggap sulit mencapai kedudukan tertinggi dalam sebuah pemilihan kepala pemerintahan.
Model ini sekaligus bisa dikatakan sebagai kebalikan dari model yang kerap terjadi dalam dunia politik dan kekuasaan, yakni model pecah kongsi, di mana pasangan kepala daerah/negara biasanya tolak-menolak dalam pengambilan kebijakan hingga berpeluang saling sikuk dan saling menjatuhkan.
F.X. Hadi Rudyatmo, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dan Jusuf Kalla (JK) adalah figur-figur yang boleh dinilai sangat sulit untuk bisa menduduki puncak jabatan atau kekuasaan sebagai “kosong satu” dalam sebuah pemerintahan apabila melalui proses pilkada atau pemilu secara langsung.
Artinya, F.X. Hadi Rudyatmo, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bisa dipastikan akan tidak terpilih apabila harus maju sebagai calon pemimpin utama (bukan wakil). Alasannya, mudah ditebak, karena keduanya adalah berasal dari kalangan minoritas.
Lain halnya dengan JK. JK memang benar berasal dari kalangan mayoritas, tetapi selain karena ia memang sudah terbukti pernah gagal  menjadi presiden ketika maju bertarung sebagai capres pada Pemilu 2009 lalu, JK juga diduga melindungi Syiah dan Ahmadiyah.
Dulu JK memang pernah dikenal sebagai seorang aktivis PII (Pelajar Islam Indonesia), kemudian HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), dan juga Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) serta Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI).
JK bahkan dikenal berasal dari dua keluarga ormas besar, Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama (NU). Isterinya pun malah berasal dari Muhammadiyah, asal Batu Sangkar Sumatera Barat.
Namun seperti yang dilansir
Hidayatullah.com, yang menjadi persoalan bukan Muhammadiyah dan NU-nya, tetapi Jusuf Kalla tidak tegas dengan Syi’ah dan Ahmadiyah. Bahkan di saat menjadi Wapres era SBY tahun 2004-2009, dia malah ikut meminta agar buku-buku karya Syeikh Hasan al Banna, Sayyid Quthb serta pemimpin, ulama dan aktivis al Ikhwan Al Muslimun diwaspadai.
Ia juga mengajak generasi muda berhati-hati membaca buku-buku harakah dan fikrah dari ulama gerakan Islam ini  agar lebih berhati-hati dan waspada untuk, “tidak terpengaruh yang nanti akan melahirkan generasi teror yang akan membuat negara ini huru-hara,” katanya. Layakkah seorang yang dulu pernah berkecimpung dalam gerakan Islam seperti PII dan HMI bersikap seperti itu?
Kembali mengenai misi politik Jokowi yang patut diduga saat ini sedang mengemban “tugas” untuk mempresidenkan JK, adalah hal yang tidak mustahil untuk dapat segera terwujud. Masih ingat siapa tokoh yang paling pertama mengajak Jokowi maju mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta?
Juga dengan kekisruhan dua parpol pasca pilpres 2014, yakni di awali PPP dan baru-baru ini Golkar, adalah bisa diteropong sebagai “peristiwa kisruh” yang nampaknya tidaklah terjadi secara kebetulan. Ini adalah sebuah “siklus politik” yang juga pernah berhasil dikondisikan oleh JK ketika terpilih sebagai wapres pendamping SBY, tahun 2004 silam. Ketika itu, JK juga terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar, sehingga di saat itu Golkar pun dengan sendirinya masuk sebagai parpol pendukung pemerintahan SBY-JK.
Dilansir Kompas.com, bahwa seperti diketahui, Munas IX Partai Golkar yang digelar di Bali pada 30 November-4 Desember 2014 menetapkan Aburizal sebagai ketua umum. Aburizal dipilih oleh seluruh pemilik suara sah. Sementara, kubu Agung Laksono juga menggelar Munas tandingan pada 6-7 Desember 2014. Hasilnya, menetapkan Agung sebagai ketua umum dan menyatakan Golkar keluar dari Koalisi Merah Putih (KMP).
Dan ketika rakyat benar-benar jengkel serta kecewa terhadap Jokowi atas berbagai kebijakan yang dinilai tidak populis, juga jika Partai Golkar versi Agung Laksono yang kemudian diberi legitimasi oleh pemerintah, maka tentu semua itu akan sangat menguntungkan posisi JK, dan sekaligus bisa memuluskan langkahnya untuk naik menjadi presiden RI ke8 menggantikan Jokowi. Sudah siapkah JK menjadi presiden? Nampaknya memang sudah siap. Sebab, saat ini menteri di bidang Ekuin dalam Kabinet Kerja adalah dipenuhi oleh para loyalis JK.
Lalu siapa yang akan mengisi kekosongan di posisi wapres? Bisa jadi untuk memulai “belajar” jadi kepala negara, Puan Maharani akan diberi kesempatan agar dapat mengikuti jejak para pendahulunya, Soekarno dan Megawati Soekarnoputri.
Uraian “kisah” di atas memang hanyalah sebuah opini yang cuma mengandalkan intuisi. Tetapi ini bukanlah sebuah cerita fiksi.
Apalagi sebagai pengusaha kelas kakap, JK sudah pasti lebih sangat menguasai bisnis migas, bukan Jokowi. Sehingga Jokowi yang langsung beratraksi tanpa “pemanasan” itu pun sepertinya hanya menunggu waktu akan tergelincir jatuh di atas bidang minyak yang begitu licin.
Andai nantinya Jokowi tidak tergelincir melainkan tetap mampu bertahan, maka itu berarti JK memang tidak akan pernah bisa bernasib menjadi seorang presiden, dan juga tidaklah seberuntung seperti F.X. Hadi Rudyatmo, atau dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).


Sumber & Ilustrasi: Abdul Muis Syam


image

Selasa, 09 Desember 2014

Yusuf Mansur Pingin Jokowi Segera Diganti

 

Ust Yusuf Mansyur : "met zuhur sob... met zuhur sis... doa dah buat negeri yg kayaknya udah ga kepengen lagi jd negeri yg dominan muslim & Islamnya. tau dah nih.


makin alergi aja dg Islam dan simbol2 agama Islam. ampun. ampun yaaa Allah. ampunin kami. bukannya bela agamaMu. malah jd begini.


besok2 ga boleh azan lagi nih di masjid. sbb nunjukin dominan jg. toh gereja, & pusat2 agama lain, ga pake pengeras suara keluar.


selama ini, toleransi dah jalan dg sangat damai. yaaa Allah, jahat dan bodoh banget sih mereka2 ini. apalagi kalo ia adalah muslim jg.


aaaaammmmpuuuuunnnn... asli aammmmpppuuuunnnnn yaaa Allah. sedih, marah, ngenes....pengen cepet2 pilpres baru lagi aja.


pengen pilih yg nyata2 bnr2 bela agama, tnp perlu jg berantem. pengen pilih yg nyata2 bnr2 bela agama, tnp perlu kekerasan.


met zuhur ya..


saya dulu diem. dan ngebela siapapun yg memerintah. tapi kalo sampe nyentuh udah urusan kayak doa di awal pg di sekolah2, males banget diem.


apalagi sampe nyentuh masjid2... bnr2 males diem!!!met zuhur. met zuhur. met zuhur.


mdh2an adem nih hati dan pikiran".


Silahkan di like dan bagikan tulisan ini agar umat islam waspada terhadap pelemahan agama secara sistematis.


Ya Allah, berilah kami kekuatanMu agar mampu melindungi ajaranMu dari mereka yang membenci agamaMu. aamiin.

Kamis, 20 November 2014

[Subsidi BBM] Trisakti Barang Dagangan, Arwah Bung Karno Menangis

Pada Maret 2005 saat harga minyak internasional naik dari USD25 per barel menjadi USD60 per barel, Pemerintah mengambil kebijakan menaikan harga Premium dari Rp1.810 menjadi Rp2.400  perliter (naik 32 persen) dan Solar dari Rp 1.650 menjadi Rp 2.100 per liter (naik 27 persen). Lalu pada 1 Oktober 2005, harga Premium kembali naik dari Rp 2.400 menjadi Rp 4.500 per liter (naik 87 persen) dan harga solar naik dari Rp 2.100 menjadi Rp 4.300 per liter (naik 105 persen). Mungkin kita masih ingat, sebelum kenaikan itu terjadi, Presiden SBY menyatakan, "I don’t care with my popularity".

Jumat, 10 Oktober 2014

MEMBUAI IQ-JONGKOK DALAM MIMPI KEMENANGAN DI MPR STRATEGI JENDERAL SEJATI Vs si MORAL JONGKOK

 

Apa yang terjadi saat voting di MPR tidak dapat dipandang sebagai kisah BIASA tapi ini sebuah KISAH heroik, penuh pengorbanan, intrik, kesabaran, ketenangan, kejelian, kecerdasan, timing, ketegasan, dan DIKOMANDO oleh JENDERAL SEJATI bersama seluruh JENDERAL LAPANGAN yang sangat PATUH dalam melaksanakan SEBUAH STRATEGI PERANG GERILYA anti MEDIA.
Teman-teman di LUAR NEGERI mengacungi TWO THUMBS UP buat Seluruh Jenderal di KMP di bawah KOMANDO PRABOWO. TIDAK ADA YANG MENDUGA BAHWA KMP BISA MENANG VOTING MENGINGAT PPP, DPD, DEMOKRAT TELAH MEREKA "GENGGAM". Tetapi MARILAH kita simak HEROIK tersebut:..............
KMP sengaja "menggadang-gadang" NURHAYATI ASSEGAF (NA) dari DEMOKRAT untuk dimunculkan ke PERMUKAAN agar "DIGORENG" dan "DIMAKAN" mentah-mentah oleh MEDIA dari kelompok PENIPU. Beberapa pernyataan TOKOH-TOKOH KMP yang menyatakan SEPAKAT untuk MENDUKUNG PENUH kader DEMOKRAT menjadi Ketua MPR berhasil menjerumuskan kelompok IQ-JONGKOK untuk menyusun STRATEGI anti DEMOKRAT dan ANTI NA.

Rabu, 03 September 2014

Indonesia, Alangkah Malangnya Negeri Ini

image



Suatu malam di debat capres.
PRABOWO : "Bikin kartu ini, bikin kartu itu bisa saja Pak Jokowi. Tapi dananya dari manaaa?? Emang uang bisa turun dari langit!? Anggaran kita bocor pak Jokowi, BOCORR...!"
JOKOWI : "Anggarannya ada, dananya ada. Tinggal kita mau kerja atau tidak, hanya itu, mau kerja atau enggak."

Rabu, 23 Juli 2014

Apapun Hasilnya, Allah Takdirkan Kitalah Pemenangnya

 

Apapun hasil pilpres , PKS sdh menang. isu2 keumatan dan kebangsaan jd concern semua org

Palestina diberitakan di prime time itu sdh kemenangan , prabowo , ical dan hatta sumbang masing2 1M utk palestina itu kemenangan

jokowi dan para pendukungnya mendadak palestina , termasuk org2 liberal, shg indonesia satu suara membela palestina, ini sdh kemenangan

bahwa PKS menjadi inisiator koalisi permanen yg isinya coba mengamankan kepentingan bangsa , ini sdg kemenangan

Sabtu, 12 Juli 2014

Lucunya C1 Jokowi-JK




Kisah dari seorang saksi PPS di Jakarta :

Di kecamatan Saya terdapat 7 Kelurahan atau 7 PPS (tingkat kelurahan).

Ketika Rekapitulasi di PPS (tingkat kelurahan) Tim Saksi Prabowo-Hatta membawa data C1 lengkap...

Tim Jokowi-JK sama sekali tidak bawa C1...hanya terlihat catatan2 lecek dan pulpen...dan ini terjadi di 7 Kelurahan...

Nah kalo Tim Jokowi-JK bisa input C1...C1 dari mana ya...???

Kamis, 10 Juli 2014

"KARENA NAPSUNYA JADILAH PRESIDEN QUICK COUNT" BY @TM2000Back



Minggu, 29 Juni 2014

Sambut Ramadhan, Yang Tidak Pilih Jokowi Didoakan Rejekinya Seret

image



JOMBANG - Entah apa di benak seorang timses Jokowi saat kunjungan ke Pondok Pesantren Mambaul Maarif, Denanyar, Jombang, Jawa Timur, Sabtu (28/6).
Hanya karena terlalu bersemangat mengkampanyekan jagoannya, Ketua DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jawa Timur, Halim Iskandar mendoakan orang yang tidak memilih pasangan capres nomor urut 2 itu agar susah mendapatkan rezeki.


"Jangan lupa doain Jokowi jadi presiden, nomor dua, presiden rakyat lahir dari rakyat. Yang ngak milih nanti saya doain rejeki seret," kata Halim.