Minggu, 24 Maret 2013

Penembakan di LP Sleman bukan oleh Tentara, Tapi...

Oleh: M. Rasyid Nur

BANTAHAN dari petinggi TNI bersileweran di media pasca

image





penembakan di Lapas Sleman. Menurut pihak TNI penyerangan bukan dilakukan tentara. “Belum tentu penembakan itu dilakukan oleh anggota TNI.” Itu bantahan Pangdam IV/Diponegoro, Hardiono Saroso. Belum tentu, katanya sebagaimana diberitakan media di pagi hari. Dan sore harinya malah dikatakan kalau anggotanya yang tergabung dalam satuan Kopassus tidak terlibat.
Seperti kita baca di media bahwa Lapas Cebongan Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (23/3) dini hari diserang sekelompok orang bersenjata api. Lalu penyerang itu menembak mati empat tahanan yang diduga terlibat kasus pembunuhan terhadap anggota Kopassus, Sertu Santoso di Hugo`s Cafe, Sleman, Selasa (19/3) sekitar pukul 02.45 WIB yang disebut sebagai kasus pengeroyokan itu. Tapi Pangdam tegas mengatakan bahwa Santoso bukan anggota Kopassus tapi anggota TNI di Kodam Diponegoro.
Jika bukan anggota TNI khususnya yang diduga dari Kopassus, lalu mengapa mereka harus membunuh para tersangka pengeroyok Santoso, anggota Kopassus (versi media) tapi bukan anggota Kopassus (versi Pangdam) itu. Jika bukan anggota TNI yang menyerang lalu aparat bersenjata mana yang dapat diduga membawa seanjata api laras panjang ke dalam kompleks Lapas Cebongan itu. Dari mana senjata sebanyak itu. Dan jika bukan anggota yang memiliki senjata api lalu preman mana yang memiliki senjata seperti yang disaksi-matakan oleh para petugas jaga Lapas dini hari itu.

Pak Pangdam, malam tadi melalui wawancara jarak jauh di salah satu televisi swasta sekali lagi tegas tapi tegang mengatakan kalau yang menyerang itu bukan anggota Kopassus bahkan bukan pula anggota TNI. Lalu siapa? Katanya itu OTK (Orang Tak Dikenal). Kalau wartawan menyebut pembunuh aparat sebagai OTK mengapa penyerang itu tidak disebut saja OTK? Wow, panglima berbintang dua ini dengan bahasa yang tegas ala jaman Orba mengatakan kalau dia yang bertanggung jawab terhadap keamanan di Jawa Tengah khusus di wilayah kerja Kodam Diponegoro. Semua TNI harus patuh kepadanya, katanya.
Pak Pangdam boleh membantah tapi sebaiknya secara jantan menantang aparat hukum untuk menyelidiki kasus mati sia-sianya empat nyawa itu. Nyawa empat orang itu bagaimanapun juga itu adalah manusia yang masih dilindungi hukum walau sudah menjadi tersangka pengeroyokan yang menyebabkan kematian anggota TNI. Jangat terlalu yakin
kalau penyerang itu dilakukan oleh orang-orang liar seperti preman atau teroris. Jika kelak pelakunya mampu diungkap oleh aparat hukum, tentu saja akan menjadi pukul balik kepada institusi TNI sendiri.
Langkah bijak yang layak dibuat tentu saja menyelidiki sebaik-baiknya kasus yang memalukan ini. Preman mana yang
dengan rapi melaksanakan eksekusi mati terhadap orang yang dalam penjagaan aparat lainnya. Keempatnya tidak sedang
bersembunyi di semak-semak yang bisa ditembak membabi-buta. Mereka berada dalam pengawasan aparat hukum. Berada dalam ruangan terkunci. Kamarnya di dalam rumah (Lapas) yang di sekelilingnya berpagar. Tapi gerombolan ini memanjat pagar Lapas untuk memaksa masuk. Lalu para penyerang dengan senjata lengkap itu bertanya tempat-tempat tertentu yang mereka mau dan mencopot serta membawa alat CCTV Lapas. Adakah itu orang biasa? Jika iya, betapa di daerah ini sedang berkeliaran gerombolan orang-orang terlatih yang sangat mengancam jiwa manusia lain. Itu sebagian pertanyaan kesimpulan wawancara reporter televisi malam tadi seolah minta konfirmasi kepada Pangdam. Bagaimana Pak Pangdam mencerna logika itu?
Penyerangan Lapas Sleman boleh saja dikatakan tidak dilakukan oleh aparat TNI tapi rakyat akankah mau menerima bantahan itu? Dengan laporan seluruh satuan komandan TNI di wilayah Kodam Diponegoro yang mengatakan mereka tidak terlibat, begitu sajakah laporan itu diterima dan menjadi kesimpulan?
Pimpinan TNI tidak harus malu mengakui jika kelak ternyata pelaku penyerangan yang menyebabkan kematian empat
nyawa sekaligus itu adalah para oknum dari tentara. Hari ini penembakan itu boleh saja disebut bukan oleh tentara.
Tapi besok, lusa atau entah kapan, sejarah akan mencatatnya.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar