Rabu, 10 Desember 2014

Surat Cinta Guru Untuk Bapak Anis Baswedan


Bapak Anies Baswedan pendidikan nasioanal yg terhormat, saya fathoni seorang guru GTT di MAN Pacitan, dengan ini bermaksud menyampaikan harapan, opini dan ungkapan kegalauan sebagai guru. Surat ini adalah pelbagai macam kejadian yang menjadi kenyataan dalam hidup saya sebagai seorang guru pemula yang dihadapkan pada situasi yang menuntut kreatifitas sebagai guru.

Beberapa kejadian itu saya tulis dalam bentuk seperti ini agar kiranya dapat sampai kepada bapak Anies Baswedan yang terhormat, diantarannya adalah :

  1. Bapak menghentikan Kurikulum 2013 adalah sebuah kenyataan yang dulunya sudah saya pikir sebelumnya, adanya kelemahan dan kekurangan disana sini, dari keterlambatan distribusi buku, implementasi yang tergesa gesa dan sedikit dipaksakan, permasalahan anggaran, rumitnya penilaian deskripsi, belum siapnya mental guru dan siswa untuk berpikir kreatif dan dinamis serta banyak hal yang mungkin belum terkover dalam pemikiran saya.


Namun penghentian ini juga tidak terlepas dari masalah, bapak Anies Baswedan yang saya hormati, Kurikulum 2013 berbeda banyak hal dengan KTSP. Proses kembali ke KTSP ternyata tidak mudah bagi saya yang ditingkat SMA dan MA, Kurikulum 2013 sudah mulai membagi siswa dalam kelas kelas peminatan( jurusan ) dari kelas X, namun di KTSP belum ada Jurusan. Bagaimana siswa yang sudah satu semester menempuh pembelajaran pada masing masing jurusan kemudian kalau di kembalikan ke KTSP anak harus di kembalikan ke kelas umum non jurusan. Padahal dalam satu semester anak tidak diajarkan materi non jurusan seperti biologi, fisika dan kimia untuk jurusan IPS dan sebaliknya untuk anak dipeminatan IPA tidak mendapatkan pembelajaran rumpun IPS.

Sekolah kami kebetulan di bawah naungan kemenag yang baru genap satu semester menjalankan Kurikulum 2013, hari hari ini kami menunggu aturan  main dari atasan kami  apa yang harus dilakukan, persiapan Laporan Hasil Belajar anak semester ini di susun berdasar Kurikulum 2013 atau KTSP. Karena meski rapor KTSP sudah ada, namun karena struktur kurikulumnya berbeda maka perlu payung hukum agar rapor siswa siswi kami tetap mempunyai kekuatan hukum dan legitimasi untuk tingkat selanjutnya.

Bapak Anies Baswedan pendidikan yang terhormat, keputusan menghentikan Kurikulum 2013 dari dasar rekom dari tim anda adalah tindakan yang menurut saya adalah tindakan yang tergesa gesa, kalau saya bandingkan anda lebih tergesa gesa dari penerapan Kurikulum 2013 yang persiapannya sudah lebih dari satu tahun. Berapa bulan bapak menyiapkan keputusan untuk menghentikan Kurikulum 2013 ini? Kalau bapak menilai keputusan penghentian ini adalah kondisi krusial dan genting untuk dilakukan, kiranya anda tidak beda dari menteri periode sebelumnya yang tergesa gesa untuk menerapkan Kurikulum 2013 karena alasan yang krusial juga. Namun yang saya heran, tim yang merekomendasikan untuk menghentikan Kurikulum 2013 banyak juga yang menjadi perumus Kurikulum 2013, mereka para pakar dan ahli  memang sangat pandai dalam meramu sikap dan pribadinya sesuai dengan kondisi lingkungan, mereka sangat pintar dalam mengadaptasi lingkungannya sehingga bapak akan sulit untuk mencari watak yang sebenarnya.

Sebagai penutup point satu ini, kiranya saya diperbolehkan menyampaikan urun rembug dalam masalah bangsa ini :

  1. Penghentian Kurikulum 2013 mohon segera diikuti aturan yang jelas yang akan menjadi solusi cerdas dari beberapa masalah di atas.

  2. Banyak yang bagus dari Kurikulum 2013 yang sudah kami rasakan, mohon kiranya di tambahkan dalam KTSP 2015(penyesuaian dari Kurikulum 2013 )

  3. Mewadahi semua insan pendidikan diseluruh Indonesia itu tidak mudah, Indonesia ini sangat luas dan sangat beragam, tingkat serapan kurikulum dari menteri sampai di sekolah sangat sulit, kurikulum berganti berkali kali hanya berganti administrasi saja, model pembelajaran di sekolah tetap saja konvensional dan kolot. KTSP yang katanya identik dan spesifik ternyata lebih banyak saling copypaste dari seluruh nusantara. Sehingga sebenarnya sedikit  dan bahkan tidak ada yang murni dari ciri kas masing masing satuan pendidikan.

  4. Keberhasilan dalam mendidik anak tidak hanya ditentukan dari bagusnya sebuah kurikulum, kalau bapak Anies Baswedan bersedia mencoba mencari rekam jejak alumni pesantren modern Gontor,  dengan kurikulum dan sistem pendidikan yang mereka lakukan, ternyata menghasilkan insan-insan yang luar biasa. Gontor itu di Ponorogo, tidak diluar negeri, kalau itu baik tidak usah malu untuk menyerap sistem pendidikan yang ada di Gontor atau beberapa pondok modern yang maju secara akademis. Memang dalam beberapa hal ada yang tidak relevan, namun itukan bisa di carikan solusinya. Dari pada mencari referensi luar negeri yang notabene berbeda secara kultural maupun idiologi.

  5. Siswa belajar disekolah hanya sebagian dari waktu yang dimiliki. Selebihnya semua dikembalikan ke orang tua dan lingkungan bagaimana melanjutkan proses pendidikan. Bapak yang merintis Indonesia mengajar, permasalahan pendidikan sebegitu kompleksnya. Kesenjangan antara daerah kota dan pinggiran sangat nyata. Rendahnya peran serta orang tua dalam proses pendidikan, prasarana yang sangat kurang, SDM guru yang belum proporsional, situasi sosial juga tidak kondusif untuk kompetisi akademis. Siswa di daerah pinggiran tidak pernah takut kalau “ tidak lulus”, karena tidak lulus itu adalah suatu yang luar biasa. Mereka tidak takut juga dengan sangsi apabila melanggar tata tertib, mereka tidak takut masa depannya suram kalau dia tidak sekolah. Itulah bahasa yang kasar untuk mereka, bahasa halusnya mereka tidak bersinergi dengan sekolah dan pemerintah dalam pendidikan. Kembali lagi, semua itu karena beragamnya dan jauhnya kesenjangan  kemampuan siswa antar daerah di Indonesia, ada di sebagaian daerah yang siswa smp itu belum lancar membaca, belum lancar berhitung dan masih sempit pengetahuaannya.


Sulit sekali memotivasi mereka untuk belajar, karena banyak diantara mereka tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Terkadang juga orang tua bahkan jadi penghalang mereka ke sekolah, anak di minta untuk membantu pekerjaan orang tua dan mencari nafkah keluarga meski mereka belum waktunya. Kenyataan seperti inilah yang akan kita jumpai di daerah pinggiran. Belum lagi sarana tranportasi yang sangat sulit di daerah, mereka harus jalan kaki berjam-jam untuk sampai di sekolah, secara fisik mereka sudah lelah untuk sampai di sekolah, bagaimana mereka akan bisa fokus dalam pembelajaran. Para pejalan pejalan tangguh ini tidak hanya ada di “ Negeri Atas Awan “ Papua, tapi di daerah saya di pulau jawa tepatnya di Pacitan masih banyak di jumpai.

  1. Pada point ini saya sampaikan permasalah menurut saya juga menjadi penyebab mundurnya kualitas pendidikan di Indonesia, yaitu ketika siswa harus selalu naik kelas. Dalam kurikulum yang dulu anak tidak naik kelas ada dan bisa, tapi di KTSP anak harus naik kelas apapun yang terjadi, walaupun memang aturan tidak begitu namun menjumpai anak yang tidak naik kelas sangatlah jarang. Sistem nilai KKM menjadi penyebab utamanya, di mana guru harus memberikan nilai tuntas ke anak, kalau tidak maka guru harus berulang-ulang bekerja ( remidial ). Dan banyak guru yang malas melakukan remidial tersebut. Selain itu sistem peringkat menjadikan semua pihak merasa harus saling berupaya, maksud saya peringkat adalah seperti ini: diantara sekolah dalam satu kabupaten ada semacam kompetisi kurang sehat agar siswanya dapat nilai yang baik, begitu juga antar kabupaten dalam satu propinsi sampai akhirnya sampai pada level antar propinsi saling berlomba untuk bisa nomor 1 ataupun tidak pada nomor terakhir, karena ini hubungannya adalah kinerja masing-masing kepala dinas propinsi sampai kepala sekolah. Bahkan ketika sampai tingkatan paling parah adalah ketika satu negara berupaya untuk memperlihatkan prestasi negaranya dengan cara yang tidak benar. Para pemimpin memang tidak memerintah untuk berbuat curang akan tetapi seperti membiarkan kecurangan kecurangan itu berlangsung.

  2. Hal yang berikutnya adalah kembali pada tingkat kemampuan antar daerah yang sangat kentara kesenjangannya, Soal UNAS yang sering di lihat mudah oleh para ahli pendidikan ataupun siswa siswa di kota ternyata sangat sulit bagi anak daerah pinggiran. Sememangnya soal ujian sudah diteliti dan di kembangkan memenuhi standar nasional, jadi setiap anak selayaknya memang harus melampaui kriteria yang di minta, tapi kalau saja di paksakan jujur sejujur-jujurnya sangatlah sulit untuk meluluskan anak dipinggiran, beberapa hari yang lalu saya membaca dimedia pernyataan dari BSNP bahwa kita harus meninggalkan image LULUS 100%, betapa ungkapan itu enak dan memang seharusnya. Kenyataannya sangat menyakitkan di daerah pinggiran, akan ada banyak sekali siswa yang Drop Out tidak sekolah karena mereka mau sekolah sudah alhamdulillah apabila mereka tidak lulus maka mereka tidak mungkin untuk mengulang lagi. Belum lagi bagi sekolah, ketika tidak meluluskan siswanya maka tunggulah kenyataan pahit pada PSB berikutnya, tidak akan ada yang daftar disekolah tersebut.

  3. Bapak Anies Baswedan yang terhormat, Inilah point terakhir penutup . Negara demokratis bukan negara yang sebebas bebasnya berpendapat dan berkreasi. Kalau bapak Anies Baswedan aktif mencari aspirasi dari MedSos tentunya bapak pernah membaca ungkapan ini “ artis dibayar mahal untuk merusak moral bangsa akan tetapi guru di bayar sedikit untuk membangun ahlak bangsa”. Kenyataan inilah yang bagi kami sangat membebani, media begitu gencarnya menerjang sendi sendi moral bangsa dan menghancur luluhkan bak sampah yang berserakan, dari pagi sampai malam kita sangat mencari tontonan yang tidak mendidik bagi semuanya. Sehingga saran yang punya TV bahwa mereka membuat acara tidak memaksa siapapun untuk nonton, kalau tidak suka silahkan ganti chanelnya. Betapa hebatnya mereka, karena sebagian besar anak Indonesia sudah sangat terjerat oleh daya tariknya. Pada akhirnya Kalau bapak menteri tidak meregulasi acara TV dengan acara yang lebih mendidik, janganlah semua menyalahkan guru atau kurikulumnya jika mental bangsa ini semakin bejat dan korup. Guru hanya bersama siswanya sekian waktu, selebihnya semua kembali ke lingkungan dan keluarga.


Sebagai ungkapan penutup, bapak Anies Baswedan yang terhormat, semua yang saya sampaikan ini memang tidak terjadi pada semua siswa dan insan pendidikan di Indonesia, inilah gambaran dunia pendidikan yang membayangi kehidupanku sebagai guru, saya masih sangat optimis untuk mendidik generasi bangsa. Saya siap berjuang untuk meninggikan derajat bangsa dengan segala upaya, dengan berbagai tantangan dari manapun. Saya sangat berharap surat yang saya tulis ini sampai dan terbaca oleh bapak Anies Baswedan, sekiranya bisa saya memohon kepada pembaca atau admin kompasiana  ada yang bisa menjadi penyampai untuk bisanya bapak Anies Baswedan membaca, saya ucapkan banyak terima kasih. Sekiranya dalam tulisan saya banyak kekurangan dan sulit dipahami kiranya di maafkan, Majulah Pendidikan Indonesia !

Disalin ulang dari tulisan Fathoni, seorang Guru & Kompasianer

Tidak ada komentar:

Posting Komentar