Tampilkan postingan dengan label mavi marmara. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label mavi marmara. Tampilkan semua postingan

Senin, 07 Juni 2010

Andai Mereka Mau, Relawan Freedom Flotilla Bisa Saja Membunuh Pasukan Komando Israel

[caption id="attachment_495" align="alignleft" width="240" caption="Ken O'Keffee"][/caption]

Seorang relawan asal Amerika Serikat keturunan Irlandia mengatakan dia berada diantara ratusan relawan yang berada di kapal bantuan Freedom Flottila yang berusaha menembus blokade Gaza. Ken O'Keefe dipukuli secara brutal oleh pasukan komando Israel.

Pada hari Sabtu (5/6), Ken mengatakan, dia diserang secara brutal oleh tentara Israel di bandara sebelum diberangkatkan ke Turki.

Kini Ken harus dirawat akibat kekerasan fisik minimal tiga kali lipat lebih berat dibandingkan ketika ia turun dari kapal. Dia juga harus dirawat inap di rumah sakit setelah mengalami luka akibat pukulan tersebut.

Armada kapal bantuan, Gaza Freedom Flotilla diserang oleh pasukan Israel pada hari Senin (31/5), yang berusaha memberikan suplai bantuan lebih dari 10 ribu ton pada warga Gaza dibalik blokade.

Kemudian, serangan pasukan Israel itu mengakibatkan tewasnya sembilan relawan dan lebih dari 40 relawan terluka.

Pernyataan Ken O'Keefe dari Istanbul, sebagai berikut :

"...Ketika saya ditanya, pada insiden penyerangan tentara Israel di kapal Mavri Marmara, apakah saya akan menggunakan kamera atau mempertahankan kapal?

Saya secara antusias berkomitmen untuk mempertahankan kapal. Meskipun saya termasuk orang yang tidak suka kekerasan, kenyataannya saya percaya cara tanpa kekerasan harus jadi pilihan pertama.

Meski demikian, saya bergabung dengan usaha pertahanan Mavri Marmarra karena memahami kekerasan bisa saja dilakukan terhadap kami dan kemungkinan kami juga terpaksa untuk menggunakan kekerasan dalam bela diri.

Saya mengatakan hal itu langsung kepara agen Israel, mungkin yang bernama Mossad atau Shin Bet dan saya katakan lagi sekarang, pada serangan yang dilakukan pagi hari itu, saya secara langsung terlibat dengan usaha pelucutan senjata dari dua pasukan komando Israel.

Hal itu merupkan usaha pelucutan senjata pemaksaan, tanpa negosiasi dari pasukan komando yang sudah membunuh dua orang saudara relawan yang saya lihat hari itu. Satu relawan dengan ditembak dengan peluru bersarang di dainya yang tampak jelas sebagai eksekusi.

Saya tahu pasukan komando berusaha membunuh ketika saya berhasil merebut pistol ukuran 9mm dari salah satu anggotanya. Saya memegang senjata itu ditangan saya dan sebagai mantan angkatan laut AS dengan pelatihan senjata yang cukup, saya sangat mampu menggunakan senjata tersebut ke arah pasukan komando yang mungkin telah membunuh salah satu relawan.

Namun, bukan itu yang saya lakukan atau relawan lain yang berusaha mempertahankan kapal.


Saya mengambil senjata itu, mengeluarkan peluru yang merupakan peluru tajam asli, kemudian memisahkannya dari senjata dan menyembunyikan senjata itu.

Saya melakukan hal itu dengan harapan kami dapat mengatasi serangan tersebut dan mengajukan senjata itu sebagai bukti dari percobaan kriminal terhadap pihak berwenang di Israel untuk pembunuhan massal.

Saya juga membantu secara fisik memisahkan satu anggota komando dari serangan senapan, ketika relawan lain dilemparkan ke laut. Saya dan ratusan relawan lain mengetahui kenyataan yang memicu ejekan dari keberanian dan moral anggota militer Israel. Kami menguasai penuh, tiga orang pasukan komando tanpa senjata dan tak berdaya. Mereka hidup karena belas kasihan kami, mereka sangat jauh dari jangkauan anggota komando lain yang berniat membunuh. Mereka didalam kapal dan dikelilingi oleh sekitar 100 relawan atau lebih.


Saya melihat ke arah mata tiga pria tersebut dan saya yakin mereka memiliki rasa takut terhadap Tuhan didalam diri mereka. Mereka juga memandang ke arah kami dan berharap kami memahami jika sedang berada di posisi mereka, saya tidak ragu, mereka tidak percaya akan ada jalan mereka bisa selamat hari itu. Mereka tampak seperti anak kecil yang ketakutan di hadapan ayah yang kejam.

Namun, mereka tidak menghadapi musuh yang tak berperasaan hari itu. Bahkan, relawan wanita menyediakan pertolongan pertama dan kemudian mereka dibebaskan dengan memar tapi hidup. Mereka dapat hidup di hari esok. Dapat merasakan matahari di atas kepala dan memeluk orang tercinta. Tak seperti para relawan yang dibunuh. Meskipun kami berduka atas kehilangan saudara-saudara yang meninggal, merasa marah terhadap para tentara itu, namun kami melepas mereka..."

Militer Israel Akui Kebohongan Alasan Penyerangan Mavi Marmara

Barangkali benar pomeo yang menyebut kebohongan pada akhirnya akan membuka kedoknya sendiri. Dan akhirnya, Israel mengakui bahwa rekaman penyerangan terhadap kapal Mavi Marmara yang kemudian disiarkan di berbagai media di Barat telah melalui proses editing dan tidak menggambarkan kejadian seraca runtut. Mereka juga tak bisa membuktikan kapal yang mana seruan anti-Semit dan anti-Amerika -- yang dibantah oleh aktivis pro-Palestina yang mencoba menerjang blokade Gaza -- dan tidak dapat mengidentifikasi asal dari siaran itu.

Militer Israel merilis sebuah rekaman 26 detik pada Jumat malam di mana panggilan peringatan untuk kapal dalam armada itu disahut dengan jawaban, "Diam, kembali ke Auschwitz." Sebelumnya, ada laporan lain suara yang konvoi yang memiliki izin dari pejabat Palestina untuk berlabuh di dermaga di Gaza itu, suara ketiga menjawab, "Kami akan membantu orang-orang Arab melawan  AS. Jangan lupa tragedi 9/11, kawan."

Rekaman itu sebelumnya telah menuai protes aktivis pro-Palestina. Mereka mengajak untuk membuktikan kesahihan rekaman secara teknologi.

Akhirnya, Ahad malam, Pasukan Pertahanan Israel melaporkan kelompok itu telah salah mengidentifikasi satu dari enam kapal sebagai sumber siaran. "Jadi, untuk memperjelas: audio itu diedit bawah untuk memotong periode keheningan melalui radio serta agar komentar dimengerti sehingga memudahkan orang untuk mendengarkan," kata militer Israel dalam sebuah pernyataan yang diposting di situs resmi mereka. Mereka berkilah, "Karena sebuah saluran terbuka, maka dari kapal Freedom Flotilla yang mana tak bisa diidentifikasi pasti."

Komando Israel mencegat konvoi bantuan kemanusiaan Gaza di perairan internasional pada tanggal 31 Mei dan menyerbu kapal terbesar, Mavi Marmara. Kejadian ini menewaskan sedikitnya sembilan orang di atas kapal. Kapal-kapal itu membawa bantuan kemanusiaan ke Gaza, wilayah Palestina yang telah diblokade oleh Israel sejak diambil alih oleh gerakan Islam Hamas pada tahun 2007. Serangan mematikan itu memicu kecaman internasional.

Jur bicara organisasi nirlaba Free Gaza mengatakan Israel melalui rekaman itu, "Berusaha untuk menggambarkan bahwa penumpang armada sebagai anti-Semit." Kelompok itu membantah kapal tersebut adalah sumber siaran dan mengatakan baik tuduhan Israel maupun penjelasan setelahnya sebagai "tidak lebih masuk akal dengan penjelasan itu."

Menurut mereka, semua transmisi radio di laut didengar oleh semua nahkoda kapal apapun yang ada di sekitarnya. "Sekali lagi, Israel terperangkap dalam dusta dan mencoba untuk membela diri atas pembunuhan dan penganiayaan yang dilakukan pagi hari tanggal 31 Mei 2010."

Pada rekaman penuh, kapal perang Israel memperingatkan untuk tidak mendekati zona blokade dan memperingatkan bahwa "semua tindakan yang diperlukan" akan diambil untuk mencegah mereka mencapai Gaza. Setelah tiga peringatan, Gratis Gaza aktivis Huwaida Arraf menjawab bahwa blokade itu merupakan pelanggaran hukum internasional dan bahwa konvoi itu hanya membawa bantuan kemanusiaan.

"Kami tidak membawa apa-apa yang merupakan ancaman bagi angkatan bersenjata Anda," katanya di rekaman. Itu saja.  Jadi, seruan anti-Semit dan sebagainya, hanya "tambahan" Israel untuk mendiskridit mereka.

Sumber: RepublikaOnline

Transkrip Percakapan Telepon Menlu Turki dengan Menhan Israel

Publik Turki dihebohkan oleh percakapan via pesawat telpon antara Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu dengan Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak terkait kasus penyerangan Israel atas kapal bantuan kemanusiaan Mavi Marmara.

Surat kabar Turki Habertürk edisi Sabtu (5/6) memuat transkrip percakapan tersebut. Berikut petikannya:

Barak: telah terjadi penyerangan kepada tentara kami dari pihak aktivis Mavi Marmara. Tentara kami terluka oleh pisau. Para aktivis merebut senjata dari tentara kami.

Davutoglu: kami menunggu permintaan maaf dari pihak anda. Kalian telah melakukan kejahatan internasional. Kalian harus segera mengirimkan korban luka dan tewas ke Turki.

Barak: apakah kalian menghendaki korban luka?

Davutoglu: kami yang akan membawa dan mengambil mereka. Pihak yang membunuh dan melukai orang-orang sipil tidak mungkin mampu mengobatinya. Jika warga sipil dipandang sebagai musuh, maka bagaimana dengan korban yang mati?

Barak: kami bergerak atas dasar blokade yang harus diberlakukan kepada Gaza sebagai pihak musuh.

Davutoglu: apakah korban yang mati it adalah musuh?

Barak: terdapat banyak roket. Rakyat kami telah menerima ancaman roket-roket itu sebelumnya. Kami berbeda dengan Hamas. Kami sendiri tak memiliki masalah dengan Gaza.

Davutoglu: apakah korban yang meninggal (di Mavi Marmara) itu menembakkan roket kepada kalian? Bagaimana bisa kalian membunuh rakyat sipil itu? Turki bukan seperti negara mana pun. Turki memiliki kekuatan besar yang bisa menjaga warganya.

Barak: kami sangat menghormati Turki sampai batas tertinggi, juga menghormati peran yang telah dimainkan Turki selama ini.

Davutoglu: penghormatan macam apa yang anda maksud? kalian telah membunuh rakyat kami di zona perairan internasional. Tidak boleh ada satu pihak mana pun yang melecehkan kehormatan bangsa kami. Kalian telah tersesat selama lima tahun demi seorang tentara Israel (Shalit, red). Penduduk negeri kami juga bagi kami selaku pemerintah sangat penting. Kalian harus memperlakukan mereka juga dengan penuh rasa hormat.

Jumat, 04 Juni 2010

Menit-Menit Akhir Menjelang Penyerangan Mavi Marmara

[caption id="" align="alignleft" width="360" caption="Situasi Genting Menjelang Penyerangan Mavi Marmara"][/caption]

Meskipun anggota dari berbagai delegasi di atas kapal-kapal armada perdamaian memastikan bahwa masa pemisah dan konfrontasi telah sangat dekat, namun pembicaraan yang terjadi difokuskan pada kemungkinan dimulainya api konfrontasi bersamaan dengan awal dini hari Senin. Kami telah menerima instruksi dari Komandan Misi Kemanusiaan, Boland Yildirim, dari atas kapal utama Mavi Marmara, akan pentingnya memastikan keselamatan kaum perempuan dan orang tua dengan menempatkan mereka di lokasi aman di atas kapal dan bersiap untuk segala kemungkinan, yang bisa jadi memerlukan pembelaan diri. Pembicaraan difokuskan pada bahaya yang akan terjadi pada jam-jam berikutnya.

Berlawanan dengan persepsi yang populer tentang kemungkinan pelaksanaan intervensi dari militer Israel menjelang tengah malam, kami menerima informasi kemungkinan Israel mempercepat intervensi militer sebelum kapal-kapal armada kemanusiaan tiba di perairan regional. Begitu selesai shalat isya’ di atas kapal, tepatnya pada pukul 20.45, kapten kapal Turki Mavi Marmara, kapal utama armada kebebasan, memberitahukan kepada kami telah menerima kontak tidak dikenal yang meminta memperkenalkan identitas kapal, dan benar kami dapat melihat sejumlah kapal perang di depan mata menuju ke arah armada kebebasan.

Kapten kapal Turki Mavi Marmara menjawab panggilan tersebut dengan mengungkapkan identitas kapal dan tujuan yang sudah ditetapkan untuk itu. Menit-menit seakan berjalan sangat lama. Semua merasa pentingnya situasi dan pada saat yang sama merasakan ancaman bahayanya. Konfrontasi menjadi tak terelakkan.

Tidak ada waktu di hadapan armada kemanusiaan ini kecuali hanya beberapa menit saja. Kami memastikan itu melalui aksi militer Zionis Israel yang menyabotase komunikasi kapal-kapal armada. Begitu menjawab panggilan pertama, sambungan komunikasi terputus dari pihak militer Israel.

Beberapa saat kemudian suara-suara di atas kapal armada kebebasan mulai menegang dan genting. Pembicaraan berkisar tentang tekad militer Israel melaksanakan aksinya di perairan regional internasional. Para pemimpin delegasi di atas kapal-kapal armada berbicara mengenai ancaman nyata.

Kapal Mavi Marmara yang memimpin paling depan mengenali gerakan yang tidak wajar. Para pembimbing di atas kapal meminta para penumpang, yang tidak lain adalah para aktivis solidaritas kemanusiaan yang berasal dari lebih 40 negara, untuk bersiap-siap dengan kesiagaan penuh menghadapi insiden apapun.

Kami menulis baris-baris kalimat ini, memastikan kami dapat melihat kapal-kapal militer Israel mengepung armada kebebasan dari dua sisi. Armada kebebasan menerima perintah untuk memutus semua cara komunikasi dengan anggota delegasi di atas kapal.

Kami mulai merasakan menurunnya kecepatan kapal dalam upaya cerdas awak kapal untuk mengulur lebih banyak waktu dalam menunggu munculnya sinar matahari dan mengatasi situasi di siang hari bolong, daripada menghadapinya di kegelapan malam, sebagaimana diinginkan militer Zionis Israel untuk melakukan itu.

Abdul Latif Balkaim, wartawan saksi pembantaian

Rachel Corrie, Siap Tembus Blokade Israel

[caption id="" align="alignright" width="360" caption="Sang Martir dari Amerika Serikat untuk Rakyat Palestina"][/caption]

Selain Mavi Marmara, ada satu lagi kapal pengangkut bantuan kemanusiaan untuk Gaza yang namanya cukup terkenal. Kapal itu bernama Rachel Corrie. Saat ini, Kapal Rachel Corrie sedang berlayar menuju Gaza, setelah bertolak dari Malta pekan lalu. Siapakah Rachel Corrie?

Dia adalah aktivis muda yang berjuang keras untuk membebaskan Gaza dari cengkeraman rezim zionis Israel. Corrie meninggal pada usia 23 tahun pada 16 Maret 2003 karena dilindas buldozer Israel. Saat itu, dia berupaya menghentikan penggusuran paksa rumah milik warga Gaza oleh Israel.

Untuk menghindari penggusuran, perempuan asal Washington itu pun pasang badan. Langkah ini pun harus dibayar mahal. Buldozer Israel kemudian menabrak dan melindasnya berkali-kali. Tubuh Corrie pun hancur. Dia menjadi martir bagi perjuangan membela Gaza.

Setelah menamatkan SMA, Corrie kemudian melanjutkan studinya ke The Evergreen State College. Di sinilah dia kemudian bergabung dengan gerakan kemanusiaan bernama Olympia Movement for Justice and Peace. Dari situ, dia lantas masuk International Solidarity Movement (ISM).

ISM didirikan tahun 2001, dan menjaring manusia dari berbagai penjuru dunia untuk menjalankan aksi damai melawan kekejaman zionis Israel. Gerakan ini berupaya untuk menekan Israel dan tentaranya supaya menghentikan penjajahan terhadap Palestina.

Untuk melancarkan aksinya, Corrie, kemudian berangkat ke Rafah di Jalur Gaza pada tahun 2003 dan mengikuti pelatihan selama dua hari untuk menjalankan aksi damai. Begitu menyaksikan banyaknya rumah warga Palestina yang dihancurkan Israel, dia sangat geram. Dia juga menyaksikan betapa setiap hari warga Palestina dibunuh oleh Israel.

Corrie merekam semua kejadian ini dalam email yang dikirimkan kepada keluarganya di Washington. "Wahai kawan dan keluarga, saya sudah dua pekan satu jam di Palestina. Saya masih kesulitan berkata-kata untuk bisa menggambarkan kondisi yang saya lihat di sini. Sungguh ini kondisi paling sulit buat saya untuk memikirkannya sambil duduk dan menuliskan kembali setelah berada di Amerika," begitu bunyi salah satu email Corrie yang dikirim 7 Februari 2003.

Kamis, 03 Juni 2010

Aktifis Gaza Mendapat Kewarganegaraan Palestina

Presiden Palestina Mahmoud Abbas menghadiahi para aktivis Gaza yang ikut dalam misi Freedom Flotilla dengan kewarganegaraan Palestina.

Keputusan itu disampaikan Abbas ketika berbicara di Palestina Investment Conference di Bethlehem. Ia bahkan mengganti nama konferensinya menjadi Conference of Freedom untuk menghormati konvoi yang diserang Israel pada awal pekan itu.

"Kami takkan menerima situasi di mana proses perdamaian digunakan untuk menghindari kewajiban. Kami akan bertanya pada dunia, kapan penjajahan ini berakhir? Kapan pertumpatahan darah usai dan perdamaian terwujud?" kata Abbas, Kamis (3/6).

Ia menuding Israel melakukan tindakan terorisme, serta meminta Dewan Keamanan PBB untuk membuat perlindungan berskala internasional bagi rakyat Palestina. Serta bekerjasama mengakhiri blokade Jalur Gaza.

Di sisi lain, Abbas berharap insiden tersebut juga membuat faksi Fatah miliknya yang menguasai Tepi Barat akhirnya bersatu dengan faksi Hamas yang menguasai Jalur Gaza sejak pertengahan 2007. Hamas adalah alasan yang membuat Israel dan Mesir melakukan blokade.

"Jerusalem dikelilingi dinding isolasi. Gaza selalu tegang, Kota Hebron terpecah belah, Bethlehem terisolasi dan tanahnya dicuri," tutur Abbas. Ia sendiri kini juga mendapat tekanan internasional untuk segera mempersatukan negaranya.

Rabu, 02 Juni 2010

Indonesia Mengutuk Israel dan Siap Aktif untuk Kemerdekaan Palestina

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Selasa (2/6) memberikan pernyataan yang menegaskan Indonesia mengutuk tindakan Israel menyerang kapal misi kemanusiaan Mavi Marmara sekaligsus mendesak Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bertindak segera dan pasti.

Langkah selanjutnya, Indonesia mendesak PBB untuk meminta Israel menghentikan pembangungan pemukiman baru yang membuat masalah baru.

Presiden juga menyatakan, Indonesia siap untuk terlibat aktif dalam berbagai diplomasi kemerdekaan Palestina. Hal itu sempat disampaikan oleh Presiden ketika menerima kunjungan dari Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, Sabtu (29/5).

"Indonesia siap mengirim kontingen di bawah bendera PBB. Bukah hanya memberikan statement,membebaskan WNI tapi juga Indonesia siap bertindak aktif untuk kemerdekaan palestina," ujar Presiden.

Sebagai salah satu pemimpin negara, Presiden menyerukan pada seluruh pemimpin negara-negara lain termasuk PBB untuk mengusahakan kemerdekaan di negara Palestina. "Indonesia punya pendapat, perdamaian keamanan dunia juga tergantung di negara-negara Timur Tengah termasuk kemerdekaan Palestina," tegasnya.

Selasa, 01 Juni 2010

Siapa Saja Penumpang Mavi Marmara?



Kampanye kemanusiaan terbesar menembus blokade Israel ke Palestina di Gaza, "Flotilla Perdamaian Gaza", dilancarkan sekitar 600 aktivis pro-Palestina seluruh dunia, yang 27 diantaranya adalah orang-orang terkemuka dari Inggris.

Beberapa diantaranya adalah nama terkenal di dunia. Mereka adalah sastrawan, sutradara film, politisi, dan wartawan dari Eropa, Timur Tengah, Amerika Serikat dan Kanada.

[caption id="" align="alignleft" width="250" caption="Henning Mankell"][/caption]

Di antara yang paling beken adalah Henning Mankell, pengarang serial novel kriminal laris, Wallander. Mankell berencana berbicara pada Festival Hay, Sabtu malam lalu, dan akan disiarkan langsung, tetapi tidak jadi karena koneksi satelit tiba-tiba hilang.

Orang terkenal lainnya yang turut dalam flotilla itu adalah

[caption id="" align="alignright" width="150" caption="Huwaida Arraf"][/caption]

, warga AS beribu Palestina dan berbapak Arab Israel.

Arraf adalah pendiri International Solidarity Movement (ISM) pada 2001, yang mengampanyekan penentangan terhadap aksi Israel di Tepi Barat dan Gaza.  Dia ada di kapal flotilla perdamaian lainnya, "Challenger."

Orang kesohor lainnya yang serta dalam kampanye perdamaian itu adalah peraih Hadiah Nobel Perdamaian bidang sastra Maired Corrigan-Maguire.

[caption id="" align="alignleft" width="400" caption="Mairead Corrigan-Maguire"][/caption]

Maired adalah pendiri LSM Peace People di Irlandia Utara dan veteran dari kampanye-kampanye flotilla ke Gaza sebelumnya. Tahun lalu dia dipenjarakan oleh Israel setelah sebuah flotilla (armada damai) dihentikan dan diseret Israel.

Wartawan asal Glasgow, Skotlandia, yang juga pembuat film dokumenter Hassan Ghani (24), ikut menumpangi Mavi Marmara, kapal laut Turki yang diserang tentara Israel itu.

Dialah yang menyiarkan penyerangan pasukan komando Israel ke kapal itu, untuk PressTV. Dalam satu cuplikan tayangan video di YouTube, Ghani melaporkan:

"Ini MC Marmara, Hassan Ghani melaporkan untuk PressTV. Di depan kami sejumlah orang terluka, salah seorang diantaranya kritis. Dia terluka di kepalanya dan kami perkirakan dia bakal meninggal jika tidak secepatnya mendapatkan perawatan.  Korban lain di depan saya berdiri ini terluka parah.  Kami dilempari gas air mata dan granat kejut. Kami dikelilingi kapal-kapal perang (Israel). Kami diserang dari segala penjuru. Ini (tempat kami berada) perairan internasional, bukan perairan Israel, tidak masuk zona terlarang 68 mil. Kami telah diserang dengan amat ilegal di perairan internasional."

Ayahnya, Haq Ghani, adalah pengusaha yang menjalankan bisnis jasa informasi yang islami bernama Noah's Ark (Bahtera Nuh)

Kepada BBC, dia mengaku telah menanyai Departemen Luar Negeri Inggris mengenai nasib anaknya, tapi Deplu Inggris itu tidak menjawab sepatah pun kata.

Sandra Law, ibu dari Alex Harrison, perempuan Inggris berusia 31 tahun yang menumpang Challenger, mengatakan bahwa Departemen Luar Negeri Inggris telah menolak mentah-mentah untuk memberikan informasi atau bantuan untuk anaknya itu.

"Mereka mempersulit kami. Kami menelepon mereka malam lalu untuk mengatakaan bahwa flotilla telah diancam oleh Angkatan Laut Israel. Mereka benar-benar menolak membantu kami. Saya sungguh mencemaskan nasib Alex. Kami tidak tahu apa yang telah menimpanya.  Namun dia memang pembela hak asasi manusia yang berpengalaman dan sangat tepa salira."

Orang-orang Inggris lainnya yang diyakini ikut Marmara adalah wartawan, produser televisi berusia 25 tahun, Jamal Elshayyal dari Al-Jazeera seksi Bahasa Inggris.  Dengan berani dia menyiarkan momen dramatis saat kapal perang Israel mengepung Marmara.

Selain itu ada Kevin Ovenden, anggota Yayasan Viva Palestina yang juga menumpang Mavi Marmara.

[caption id="" align="alignleft" width="200" caption="Kevin Ovenden"][/caption]

Kemudian Denis Healey, yang menakhodai armada-armada flotila sebelumnya, Theresa McDermot dari Edinburghm dan Sarah Colborne, Direktur Kampanye pada "Palestine Solidarity Campaign."

[caption id="" align="alignright" width="300" caption="Denis Healey"][/caption]

International Solidarity London mengirimkan Fatima Mohammed.  Dia juga menumpang Mavi Marmara. Masih ada lagi Alexander Evangelou, Hasan Nowarah, dan Gehad Sukker – manajer restoran cepat saji pizza dari Altrincham di Cheshire yang asli orang Gaza.

Juru bicara Deplu Inggris menolak mengonfirmasi keberadaan mereka, bahkan untuk sekedar memastikan berapa orang warga Inggris yang ikut flottila perdamaian ke Gaza itu.

[caption id="" align="alignleft" width="200" caption="Annette Groth"][/caption]

Dari Jerman, tiga orang pemimpin parlemen, masing-masing Annette Groth, juru bicara kebijakan HAM, Inge Höger yang adalah anggota komisi pertahanan dan kesehatan, dan Norman Paech yang juga profesor hukum pidana di Hamburg, juga ada di Marmara.

Mereka kabarnya, menumpang kapal itu bersama dua anggota parlemen Israel Knesset dari Arab Israel, yang salah satunya adalah Haneen Zoubi, warga negara Israel.

Penumpang kapal perdamaian lainnya adalah Giorgos Klontzas, pelaut profesional asal Yunani, dan aktivis Palestina Lubna Masarwa.

[caption id="" align="alignleft" width="203" caption="Ewa Jasiewicz"][/caption]

Ewa Jasiewicz, aktivis Polandia dan wartawan lepas, yang tahun lalu ikut menyumbang koran The Guardian untuk testimoni grafikal mengenai pengalamannya di Gaza saat dibombardemen Israel, juga ada di Marmara.

Media asing lainnya yang turut dalam kapal itu adalah termasuk wartawan terkenal Pakistan, Syed Talat Hussain dari Televisi Aaj, yang pergi bersama wartawan Pakistan lainnya, Raza Mahmood Agha.

Indonesia sendiri ikut dalam kampanye damai yang dituduh Israel hendak mendelegitimasi sanksi terhadap Gaza itu.  Mereka adalah para aktivis kemanusiaan dari MER-C dan sejumlah wartawan.

Dengan berbagai latar pendidikan dan pengalaman dari para penumpang kapal tersebut, mungkinkah mereka berniat menyerang pasukan Israel yang bersenjata lengkap?

Parlemen Israel Ejek dengan Ucapan Selamat

Kecaman tindakan brutal dan tidak berprikemanusiaan menuai berbagai kecaman. Dunia hari ini bergerak menyuarakan kecaman, mulai dari massa yang berunjukrasa di jalanan hingga Dewan Keamanan PBB yang menggelar sidang darurat. Kecaman juga datang dari dalam negeri negeri zionis ini.

Anggota parlemen mengecam penyerangan Kapal Mari Marmara dengan cara mengejek menteri pertahanan dalam bentuk ucapan selamat.

Tindakan barbar marinir Israel yang merangsek masuk ke kapal Mavi Marmara dan menewaskan sedikitnya sepuluh orang diatas kapal itu dihujat parlemen di negara itu. Mereka menyebut tindakan itu sebagai "agak memalukan". Bahkan salah satu anggota Knesset, sebutan untuk parlemen Israel, Mohammed Barakeh menyindir dengan mengucapkan selamat kepada Menteri Pertahanan Ehud Barak atas "kemenangan yang menentukan bagi tentara bajak laut di armada itu dan merampas kebebasan sipil".

"Setiap pemerintah yang menempatkan dirinya di luar hukum internasional dan kemanusiaan akan menyerahkan diri untuk tong sampah sejarah," ujarnya, kepada media terkemuka Israel, Haaretz.

Anggota lain,  Taleb al-Sana mengatakan operasi itu "menunjukkan wajah buruk dari Zionisme, kekerasan dan agresi pemerintah Israel". Sana menyebut penangkapan sebagai tindakan teror negara terhadap misi kemanusiaan dan menyerukan para pemimpin Israel untuk diadili atas kejahatan perang. "Kejadian ini membuktikan Anda tidak perlu menjadi seorang Jerman untuk bertindak melebihi apa yang dilakukan Nazi," katanya.

Kemarin, polisi Israel menangkapi sejumlah aktivis yang melakukan unjuk rasa memprotes penyerbuat Israel atas armada bantuan kemanusiaan ke Gaza di dekat pintu gerbang Kota Tua. Sejumlah pengunjuk rasa ditangkap di utara kota Umm al-Fahm sebagai demonstrasi berubah menjadi kerusuhan.

Protes juga diadakan selama sore hari di kota-kota Arab Israel Acre, Sakhnin, Arabe dan Shfaram. Tidak ada kata kekerasan atau gangguan di daerah tersebut.

Sebuah demonstrasi spontan meletus di Nazaret. Protes di kota berpenduduk Arab di Israel utara merupakan respons massa pertama terhadap berita komando Israel telah menembaki armada bantuan saat mereka mendekati zona maritim.

Laporan di media berbahasa Arab pada hari Senin bahwa Raed Salah, kepala cabang utara Gerakan Islam Arab Israel, telah luka parah memicu kemarahan meluas di kalangan minoritas Arab di negara itu - sekitar 20 persen dari populasi. Pejabat Israel, berbicara dengan syarat anonim, mengatakan kepada Haaretz bahwa Salah masih hidup - tetapi tidak memberikan rincian lainnya pada kondisinya.

Menteri Keamanan Internal, Yitzhak Aharonovitch, juga mengadakan pertemuan darurat dengan polisi, mengatakan bahwa saat ini prioritasnya adalah mempertahankan ketenangan.

The Arab Higher Monitoring Committee, yang merupakan minoritas Arab Israel, meminta pasukan Israel untuk tetap berada di luar kawasan Arab agar tidak memancing kekerasan. "Pemerintah Israel dan polisi membawa tanggung jawab atas keselamatan warga negara Arab yang akan menuntut hak untuk protes terhadap polisi pemerintah dan kementerian pertahanan yang membawa pesan perdamaian ke Gaza."

Memalukan Bila Dunia Mendiamkan Tragedi Penyerbuan Mavi Marmara

[caption id="" align="aligncenter" width="360" caption="Serangan Israel terhadap Bantuan Kemanusiaan"][/caption]

Gerakan Hamas mengecam Israel dan menuding bertanggung jawab penuh atas kejahatannya terhadap kapal-kapal Armada Kebebasan dan para relawan sipil yang membawa bantuan kemanusiaan kepada rakyat Palestina yang terblokade. “Memalukan jika dunia diam dan bungkam terhadap kejahatan Israel dan terhadap blockade kejam. Sikap diam sama saja dengan ikut melakukan kejahatan dan blockade,” kata pernyataan yang dikeluarkan Hamas, sebagaimana dikutip Infopalestina.

Hamas menilai kejahatan Israel ini sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan terhadap bangsa Palestina. Dalam salinan keterangan yang diterima oleh Infopalestina Gerakan Hamas menyerukan kepada seluruh pihak di dunia agar merespons kejahatan Israel itu. Sebab kejahatan Israel sudah menelan korban nyawa dan luka-luka di kalangan relawan dan aktivis solidaritas terhadap bangsa Palestina.

Lebih lanjut, Hamas juga meminta kepada dunia, terutama negara-negara Arab untuk mengecam kejahatan Israel itu dan memberikan sanksi kepada kejahatan Israel ini dan menekannya agar membebaskan Jalur Gaza dari blockade. Bangsa Palestina, bangsa Arab dan semua pejuang kebebasan dunia, menurut Hamas, wajib meluapkan amarahnya kepada Israel dan menyampaikan solidaritasnya kepada kapal-kapal pembawa relawan serta bantuan untuk Palestina.

Gerakan Hamas menyampaikan apresiasi kepada 'pahlawan-pahlawan kapal kebebasan' atas keberanian, prakarsa yang menunjukkan kehendak untuk membebaskan dunia dari kejahatan Israel. Selain itu, Hamas juga menyampaikan apresiasi pula kepada bangsa Palestina yang tegar dan yakin blokade bisa dihilangkan.