Senin, 31 Mei 2010

Dilema Facebook, antara Butuh dan Terjebak

[caption id="attachment_360" align="alignright" width="300" caption="Pendiri Facebook Mark Zuckerberg"]Pendiri Facebook Mark Zuckerberg[/caption]

Empat orang penting mengirim surat itu. Charles Schumer, Michael Bennet, Mark Begich  dan Al Franken. Mereka adalah senator berpengaruh di Amerika Serikat. Surat itu dikirim tanggal 27 April 2010.

Si penerima surat adalah Mark Zuckerberg, anak muda pendiri Facebook, yang kini memiliki hampir 500 juta pengikut di seluruh jagat. Empat senator itu mengecam keras situs jejaring sosial itu.  Facebook dituding secara sengaja mengumbar  profil pengguna ke segala penjuru.

Mark sesungguhnya sudah lazim menerima protes. Jurusnya selalu sama. Abaikan.  Tapi kali ini lain.  Bersikap remeh, bisa berujung  kiamat.  Jurus para senator itu bisa membunuh. Mereka memaksa komisi perdagangan Amerika  menindak Facebook.

Sehari sebelum mengirim surat itu, Charles Schumer menuntut  Komisi Perdagangan Federal (FTC) menerbitkan aturan baku bagi semua situs jejaring sosial.

Dia juga mendesak  komisi itu segera  menyelidiki  sejumlah situs jejaring sosial yang doyan mengumbar data para pengguna. Penelitian  itu penting, kata Schumer, “Memastikan  para penguna bisa menjaga rahasia.”

Walau ditujukan kepada semua situs jejaring sosial, sasaran bidikan  Schumer sesungguhnya adalah Facebook.  Hal itu diperjelas dalam surat yang kemudian dikirim ke Zuckerberg itu.

Facebook dianggap bukan saja  mengumbar rahasia pengguna, tapi juga rajin menjual data-data pengguna kepada pihak ketiga untuk kepentingan bisnis.

Jual data pengguna  itu dilansir sepekan sebelum para senator itu mengirim surat. Dalam ajang F8 Facebook Developer Conference yang digelar di San Francisco Amerika Serikat,  petinggi Facebook mengumumkan sistem Open Graph API  kepada para pengembang bisnis.

Dalam sistem ini, Facebook membuka fitur baru bernama Istant Personalization.  Fitur baru ini adalah pintu masuk untuk mitra bisnis Facebook -- seperti Microsoft Docs.com, Pandora, danYelp –untuk mengakses data pengguna di seluruh dunia.

Data itu sangat diperlukan untuk pengembangan bisnis. Penguna data itu akan meraup untuk besar. Tidak percaya? Dengarlah cerita juru bicara Facebook ini.

Cerita itu dipublikasikan Wall Street Journal pekan lalu. Sang juru bicara mengaku bahwa Facebook pernah melepaskan data pengguna ke perusahan iklan. Lewat data itu, si perusahaan iklan bisa melihat siapa pengguna yang mengklik iklan mereka. Dengan mengetahui para pengklik itu, si perusahaan bisa merancang iklan berikutnya secara efektif.

Membuka data kepada pihak ketiga itulah yang dikritik  keras empat senator dalam surat mereka. Mereka menulis, “Dear Mr. Zuckerberg, Kami mengirim surat ini untuk menyampaikan keprihatinan kami terkait perubahan terbaru kebijakan privasi Facebook dan penggunaan data pribadi untuk pihak ketiga.”

*****
Main umbar data pengguna ini, sesungguhnya bermula dari tanggal 9 Desember 2009.  Saat itu Facebook mulai menerapkan sistem Opt Out. Ini sistem yang membuka semua data pribadi pengguna. Kecuali jika si pengguna mau merahasiakan.

Padahal sebelumnya Facebook begitu rapat menutup data pribadi  itu. Kecuali kalau si pengguna mau menampilkannya. Artinya, secara teknis data-data seperti foto profil, jenis kelamin, asal kota, dan lain-lain tidak bisa dilihat orang, jika si pengguna tidak mempublikasikan.

Dengan sistem Opt Out tadi, semua data itu dengan gampang bisa ditengok publik dari seluruh jagat. Bahkan dengan gampang pula bisa ditelusuri lewat Google dan situs pencari lain.

Sistem baru itu diberlakukan semenjak pengguna Facebook membludak ke bilangan 350 juta orang. Jumlah itu memang sangat seksi untuk bisnis.

Mengetahui profil, kecenderungan dan hobi manusia sebanyak itu sangat diperlukan sejumlah perusahaan iklan.  Tapi jika pengguna merahasiakan profil mereka, sulit mengetahui kencenderungan dan hobi itu.

Itu sebabnya semenjak akhir tahun lalu, Facebook gencar memaksa penggunanya membuka data pribadi mereka. Rupa-rupa cara ditempuh.  Pengguna diwajibkan mengisi data profil, lalu mempublikasikannya.

Facebook memang tetap menyediakan pilihan bagi pengguna untuk menutup profil mereka. Kecuali hanya untuk dibaca kekasih, teman dan handai taulan. Tapi untuk menutup profil itu dari mata publik,  prosesnya rumit dan sangat menjengkelkan.

Si pengguna harus melewati 50 tahap pengaturan, dengan 170 opsi.  Privasi untuk album foto, misalnya, harus dilakukan satu demi satu.
Bayangkan, jika Anda memiliki 1000 foto yang dipasang di album Anda di Facebook, dan Anda ingin merahasiakan foto-foto itu, maka Anda harus menyetelnya satu demi satu.

Selainj rumit, cara  untuk merahasiakan profil itu sangat panjang. Menurut catatan New York Times, pernyataan privasi Facebook yang dikeluarkan tahun 2010, sangat panjang. Jumlahnya  5.830 kata. Meningkat tajam dari tahun 2005, yang hanya 1.004 kata.

Pernyataan privasi Facebook itu terpanjang dari semua situs jejaring sosial yang ada. Bandingkan dengan Flickr yang hanya 384 kata, Twitter 1.203 kata, Friendster 1.977 kata, MySpace 2.290 kata.

Bahkan bila dibandingkan dengan konstitusi Amerika Serikat –yang jumlahnya cuma  4.543 kata—pernyataan privasi itu masih lebih panjang.

Lantaran begitu panjang dan rumitnya prosedur itu, banyak pengguna yang tidak pernah mengubah pengaturan privasinya. Artinya, profil mereka di Facebook tetap terbuka dan tidak menutupnya dari publik.
Director of Corporate Communications and Public Policy Facebook, Barry Schnitt, memastikan bahwa sekitar 85 persen pengguna tak pernah mengubah pengaturan privasi itu.

Mark Zuckerberg sendiri membantah bahwa pengunaan data itu untuk kepentingan bisnis. Ini adalah evolusi baru dalam hubungan antara manusia. Lima, enam tahun belakangan, “Orang-orang  tak hanya nyaman untuk berbagi lebih banyak informasi yang lebih bervariasi, namun juga lebih terbuka dengan lebih banyak orang.” kata Zuckerberg  dalam wawancara dengan TechCrunch.

Apa yang dikemukakan oleh Zuckerberg agaknya sulit dipercaya, terutama setelah Schnitt bersaksi kepada  ReadWriteWeb. Saat para pengguna bertemu teman-teman mereka di Facebook, dan saling lebih mengenal ,  kata Schnitt, mereka akan menemukan nilai lebih dari situs ini. Mereka akan selalu setia untuk kembali.  Dia menambahkan, “Anda bisa bayangkan konsekuensi bisnis dari hal itu."

Organisasi pembela hak konsumen di Amerika Serikat menilai, “ Facebook terus memanipulasi pengaturan privasi untuk tujuan komersial," kata Marc Rotenberg, Executive Director Electronic Privacy Information Center.

Bukan cuma dalam urusan privasi, Facebook juga dihujat sistem jejaring sosial ini mudah bocor. Tanggal 25 Februari lalu, misalnya, pesan pribadi seorang pengguna nyasar ke alamat lain. Tanggal 5 Mei, pengguna bisa melihat isi percakapan chating para pengguna lain. Kebocoran itu memaksa Facebook sempat menutup layanan chating.

Yang terbaru adalah  pada 11 Mei. Fitur 'Instant Personalization'  terganggu. Fitur itu  bisa dimanfaatkan peretas mengungkap nama pengguna, alamat email mereka, dan data-data Facebook.  Kebobolan itu  memaksa mitra Facebook, Yelp, menutup sementara fitur Instant Personalization ini.

*****
Privasi yang diumbar, data yang gampang dibobol hacker,memang membuat banyak orang berang. Selain para senator itu, sepuluh organisasi yang peduli dengan privasi di Amerika Serikat mengirim pengaduan ke FTC.

Sejumlah tokoh terkenal, jurnalis, dan sejumlah blogger  berbondong-bondong cabut dari Facebook. Jika Anda ingin mengetahui pada pemrotes ini, ketik saja ‘Respect My Privacy’ pada mesin pencari Facebook. Lusinan grup pemrotes akan terlihat.

Di luar Facebook, banyak juga kelompok yang menyerukan boikot,   (http://facebookprotest.com), mengajak orang minggat dari jejaring sosial itu (http://quitfacebookday.com).

Banyak pengguna berbondong-bondong  pensiun dari Facebook. Pencarian “How do I delete my facebook account,” menjadi salah satu frase terpopuler di Google.

Riset mutakhir perusahaan keamanan komputer Sophos,  menunjukkan bahwa sekitar 60 persen pengguna Facebook mempertimbangkan untuk berhenti.

Facebook memang  sudah menolong banyak orang. Mempertemukan kawan lama. Menemukan jodoh. Ajang untuk promosi bisnis. Dan cara baru menggalang kepedulian sosial. Tapi banyak pula penjahat yang dengan gampang memburu korban lewat situs ini.

Dengarlah kisah Stefani Abelina Tiur Napitupulu, siswi SMAN 22 Surabaya, Marietta Nova Triana siswi SMPN 5 Sidoarjo dan Tri Nurhayati perempuan 20 tahun asal Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul. Mereka   diculik oleh orang yang dikenalnya lewat Facebook.

Perkenalan lewat Facebook merenggut nyawa Nona Belomesoff, dara Australia 18 tahun. Diiming-imingi dengan penawaran pekerjaan, Nona dibunuh oleh pria yang sengaja membuat akun Facebook palsu.

Kasus ini orang ramai terhenyak. Bahwa data-data dan foto pribadi yang terpublikasi di Facebook bisa dimanfaatkan oleh siapa saja. Termasuk seorang penjahat.

Di protes dari sana-sini, petinggi Facebook menggelar rapat pekan ini. Pengaturan privasi yang berbelit akhirnya disederhanakan. Dari 50 pengaturan menjadi 15. Sejumlah tombol juga disederhakan. Pengguna kini mudah merahasiakan profilnya.

Facebook memang berkembang pesat.  Ditengah hujatan dari segala penjuru itu, peringkat Facebook terus melangit. Menurut data trafik web yang dirilis Google, Jumat 28 Mei 2010, situs jejaring sosial ini dikunjungi 540 juta orang. Jumlah itu merupakan 35 persen populasi pengguna internet di seluruh dunia.

Data global Google Ad Planner yang disediakan oleh Double Click menunjukkan bahwa sekitar 570 miliar laman di Facebook.com disambangi orang.

Kekuatan yang besar itu, tulis empat senator Amerika Serikat kepada Mark Zuckerberg, “Harus disertai tanggjungjawab yang besar kepada penggunanya."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar